Ada peribahasa mengatakan air tenang menghanyutkan yang artinya orang yang pendiam biasanya banyak pengetahuan. Begitu juga dengan perempuan yang pendiam biasanya banyak menarik perhatian orang.
“Tetapi beda dengan teman saya, diam-diam banyak mendapat dukungan,” kata Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan Yudi.
“Maksudnya gimana?,” tanya Yudi.
“Saya punya teman, bukan saja pendiam bagaikan air tenang menghanyutkan. tetapi waktu nyaleg diam-diam mendapatkan banyak dukungan suara. Padahal, minim kampanye. Pasang spanduk ala kadarnya, nggak seperti caleg lain,” kata Heri.
“Wah berarti diam, tetapi menghanyutkan dong,” kata Yudi.
“Nggak juga. Sebenarnya teman saya memiliki kepercayaan diri yang cukup kuat. Kampanye itu sarana memenangkan kompetisi, tetapi bukan segalanya. Yang utama adalah aksi nyata yang sudah dilakukan sejak lama, bukan hanya jelang pemilu,” kata Heri.
“Betul juga jika niat menjadi wakil rakyat harus sejak awal sudah merakyat. Bergaul dengan rakyat, menyerap denyut nadi masyarakat, kemudian mencarikan solusinya,” ujar mas Bro.
“Yang jelas dia sudah sejak lama berkarya untuk lingkungan. Mulai menjadi remaja masjid, karang taruna, hingga beragam kegiatan aksi sosial yang ia rintis untuk membantu warga yang perlu bantuan,” kata Heri.
“Itu yang disebut hidup bermanfaat untuk lingkungan dan orang lain. Dilakukan tulus dan ikhlas, tanpa berharap imbalan. Perbuatan mulia, balasannya begitu nyaleg banyak yang nyoblos,” tambah mas Bro.
“Banyak orang tidak menduga begitu banyak mendapat dukungan karena selama masa kampanye, warga di dapilnya juga tidak teriak–teriak memberikan dukungan secara terbuka,” kata Heri.
“Itu yang disebut pemilih diam alias silent majority. Suara mayoritas yang diam, tidak mengungkapkan pilihannya kepada publik. Mereka merahasiakan pilihannya kepada siapa pun. Baru dilakukan saat pencoblosan,” kata mas Bro.
“Ini bisa menjadi contoh bagi kita-kita yang berniat menjadi wakil rakyat. Berjuanglah sejak awal yang didasari dengan ketulusan, bukan karena mau nyaleg,” kata Heri.
“Lebih baik mendapat suara mayoritas diam, ketimbang teriak-teriak suara dukungan, tetapi tidak dalam pencoblosan,” kata mas Bro. (joko lestari)