JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Bung Hatta pernah berpesan: “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.”
Pesan ini penuh makna. Bukan pula hanya untuk masanya, tetapi akan tetap aktual untuk sepanjang masa, dalam konteks kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Pascapilpres, menyongsong pemerintahan baru hasil pemilu, pesan ini menjadi sangat relevan.
Poin penting dari pesan Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia ini, yakni bagaimana kita terus menjaga persatuan dan kepedulian.
Persatuan berarti bersatunya beragam corak – beraneka ragam latar belakang menjadi satu kesatuan yang utuh.
Persatuan bangsa Indonesia adalah menyatunya beragam komponen bangsa tanpa mempersoalkan latar belakang agama, suku, daerah, golongan, adat dan budaya serta status sosial ekonominya.
Di era kini, masih di tahun politik, adalah persatuan dan kebersamaan membangun bangsa, tanpa membedakan beda dukungan dan pilihan politik pada pilpres dan pileg yang baru saja selesai digelar.
Persatuan merupakan wujud dari bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam perbedaan pilihan dan latar belakang, termasuk perbedaan pilihan politik, menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi.
Sementara yang dimaksud kepedulian adalah sikap memperhatikan, proaktif, adanya keberpihakan terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Peduli kepada nilai-nilai persatuan menjadi penting ditanamkan sejak dini kepada generasi era kini, melalui keteladanan para elite politik. Ini untuk menciptakan pemahaman bahwa keberagaman bangsa kita sebuah keniscayaan yang tak perlu lagi diperdebatkan, apalagi dipertentangkan.
Keberagamaan hendaknya kita maknai sebagai berkah, bukan dijadikan pemicu masalah. Keberagamaan ini sebuah kekayaan tak ternilai harganya, di mana dunia telah mengakuinya.
Dalam konteks pemilu, siapa pun pemenang pilpres, wajib menjaga dan merawat keberagaman, termasuk perbedaan dalam pilihan politik. Dalam kompetisi sebagai lawan politik, tetapi selesai kontestasi, adalah kawan membangun bangsa ke depan.
Presiden-wapres terpilih adalah presiden rakyat Indonesia, bukan presiden bagi pendukungnya, para simpatisannya. Menjadi kewajiban bangi presiden terpilih merangkul semua kekuatan politik yang ada di negeri ini, tanpa kecuali. Termasuk, tentunya, merangkul para tokohnya, capres-cawapres yang didukung kekuatan koalisi dalam pilpres 2024.
Inilah yang disebut politik merangkul, bukan memukul. Semoga ini menjadi aksi nyata, bukan sebatas wacana, retorika belaka.(*)