Pengantar :
Pemerintahan baru mendatang hendaknya mengedepankan kebijakan “ 5 Pro”, yakni pro rakyat miskin, pro keadilan, pro penciptaan lapangan kerja, pro lingkungan dan pro kemandirian. Tulisan dimaksud akan disajikan secara berseri di kolom ini. ( Azisoko)
--
“Saatnya petani dikedepankan, bukan dipinggirkan, termasuk ketika merumuskan kebijakan sektor pertanian berbasis kearifan lokal untuk menciptakan kemandirian pangan..”
-Harmoko-
--
Bicara kemandirian tentu saja tidak hanya menyangkut sektor ekonomi, juga politik dan sosial budaya. Perlu kebijakan yang memadukan ketiga sektor dimaksud guna mewujudkan negeri yang benar- benar “merdeka” secara ekonomi, politik dan sosial budaya.
Kata lain dari merdeka adalah berdikari, dengan kata kuncinya adalah kemandirian.Membangun kemandirian dalam segala aspek kehidupan.
Tanpa kemandirian, kita akan terus menerus diintervensi negara lain. Akan selamanya tergantung negara lain. Sementara kita berkomitmen,Indonesia harus menjadi negara yang unggul dan tangguh, tak hanya di tingkat regional, nasional, juga internasional. Kita harus banyak berbicara di panggung dunia dan diakui eksistensinya.
Mengabaikan kemandirian akan semakin sulit mewujudkan negeri yang adil dan makmur. Negara yang maju sejahtera, rakyatnya bahagia tanpa kekurangan sesuatu apa. Hidup nyaman. Makan enak, tidur pun nyenyak karena tidak dihantui pikiran, besok apa yang mau dimakan (kata lain dari tidak adanya pilihan), tetapi mau makan apa (banyak pilihan).
Itulah yang disebut “toto tentrem kerto raharjo” – penggambaran suatu keadaan yang tertib, tentram, sejahtera serta berkecukupan segala sesuatunya.
Sudahkah kondisi tersebut dirasakan seluruh rakyat Indonesia? Jawabnya sedang menuju ke sana.Sekarang sedang berproses, sebagian sudah merasakan, lainnya belum. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, masih kesulitan, boleh jadi sesulit negara kita dalam memenuhi ketersediaan pangan bagi rakyatnya.
Masih adanya rutinitas impor beragam komoditas pangan menunjukkan belum adanya kemandirian pangan. Indonesia dikenal sebagai negara agraris, tetapi beras, buah, sayur impor. Garis pantai begitu luas, nyatanya garam juga impor. Lautnya luas, tetapi ikan kalengan yang dijual juga diproduksi negara lain.
Impor kadang dibutuhkan untuk meredam gejolak harga akibat kelangkaan pangan. Tetapi, kemandirian pangan, tentu, lebih dibutuhkan ketimbang solusi impor.
Membangun kemandirian pangan berarti memberdayakan petani meningkatkan produksinya. Lebih mendayagunakan potensi sumber daya lokal, baik sumber daya alam, manusia , sosial dan budaya untuk memperkuat kemandirian pangan.
Jika kita sepakati produk lokal sebagai primadona dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional, maka kebijakan di bidang pertanian mestinya tertuju kepada petani kecil, perlu adanya keberpihakan kepada petani sejati, yang saat ini jumlahnya di atas 44 juta orang, lebih 15 % dari total penduduk Indonesia. Belum lagi jutaan petani penggarap, buruh tadi dan lain – lain yang menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian.
Berpihak kepada petani sejati, bukan ‘petani berdasi”, bukan pula kepada korporasi,menjadi keharusan jika ingin mewujudkan kemandirian pangan yang berujung kepada peningkatan taraf hidup rakyat.
Saatnya petani dikedepankan, bukan dipinggirkan, termasuk ketika merumuskan kebijakan sektor pertanian berbasis kearifan lokal untuk menciptakan kemandirian pangan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Kearifan lokal, potensi masing- masing daerah harus dikembangkan, baik yang bersentuhan dengan sektor pertanian maupun usaha rumahan, usaha kecil, menengah (UMKM).
Keberpihakan kepada usaha kecil inilah yang menjadi ciri utama ekonomi kerakyatan ( ekonomi rakyat) sebagaimana diamanatkan dalam mukadimah UUD 1945. Bahkan lebih rinci lagi tersirat pada pasal 33 UUD 1945.
Karenanya, potensi usaha rakyat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke perlu digali dan dikembangkan, agar tidak "mati suri" akibat ketidakberdayaan permodalan, produksi dan pemasaran.
Ini akan berjalan jika negara hadir memberikan perlindungan. Tidak itu saja, pemerintah juga harus berperan menjamin kemakmuran dan keadilan sosial bagi rakyatnya. Termasuk mencegah kemungkinan terjadinya penindasan kepada masyarakat yang mungkin saja dilakukan oleh segelintir orang yang "berkuasa".
Kita berharap pemerintahan hasil pilpres 2024, siapa pun yang terpilih, akan menaruh perhatian khusus dan sepenuhnya dalam upaya membangun kemandirin di sektor ekonomi, politik dan sosial budaya.
Secara keseluruhan dengan mengedepankan Kebijakan 5 Pro, yakni pro rakyat miskin, pro keadilan, pro penciptaan lapangan kerja, pro lingkungan dan pro kemandirian. Semoga. (Azisoko)