Ditambah lagi sosok pejabat yang bersangkutan akan menjadi daya tarik lahirnya simpati, apalagi pejabat dimaksud sudah teruji keberhasilannya sehingga dicintai rakyat.
Yang hendak disampaikan adalah tanpa menggunakan pengaruh “kekuasananya” sejatinya sosok pejabat dapat mendulang suara bagi anggota keluarganya yang ikut kontestasi.
Ini berlaku bagi sosok pejabat yang teruji amanah, dan berhasil memajukan bangsa serta menyejahterakan rakyatnya.
Bagaikan memilih pasangan, faktor “bobot, bibit dan bebet “ bisa menjadi rujukan.
Lain halnya bagi pejabat yang belum teruji, keraguan menyelimuti, boleh jadi memanfaatkan peluang dengan jaring “kekuasannya” untuk memenangkan kontestasi anggota keluarganya.
Maknanya, kekuasaan bisa dijadikan peluang mendulang dukungan. Persoalannya, mau menggunakannya, apa tidak.
Ini kembali kepada kejujuran dalam menggunakan kekuasaan, tentu bersandarkan kepada norma, etika dan moral. (*)