Singgung Etika Politik, KH Marsudi Syuhud Ingatkan Calon Penguasa Jangan Tebar Janji Terlalu Tinggi

Jumat 13 Okt 2023, 22:39 WIB
KH Marsudi Syuhud singgung etika politik calon penguasa. Foto: MUI.

KH Marsudi Syuhud singgung etika politik calon penguasa. Foto: MUI.

Dalam kesempatan itu, tokoh Nadhlatul Ulama (NU) ini juga mengurai etika politik dalam Islam. Menurutnya, etika politik dalam Islam pada dasarnya berkaitan dengan Nidzom.

Nidzom atau sistem adalah serangkaian peraturan yang membatasi dan mengatur sisi kehidupan manusia. Aturan-aturan tersebut adalah peraturan yang telah disepakati.

Kata Marsudi Syuhud, para calon pemimpin atau pemimpin terpilih, termasuk rakyatnya, sejatinya minimal harus menaati aturan yang berlaku.

"Itu ditaati saja, sudah sangat bagus. Misalnya aturan pemilu, yakni UU Pemilu. Kalau 5 tahun, jalankanlah 5 tahun, engak usah diganggu dan sebagainya." 

"Begitupula ketika etika sudah menjadi aturan-aturan, ada UU, sampai adanya KPU, pengawas pemilu, bahkan adanya pengadilan jika terjadi perseteruan, itu semua aturan Nidzom, etika yang sudah ditulis. Harus diikuti, jangan mencoba-coba mempermainkan itu," kata dia.

KH Marsudi Syuhud kemudian merujuk pada kitab Matan Zubad karya Imam Ahmad bin Ruslan yang menyebut, masyarakat tak boleh keluar dari apa yang sudah disepakati. Apalagi jika kesepakatan itu sudah menjelma menjadi aturan.

"Jadi enggak usah bikin aturan-aturan baru. Ikutin saja, enggak boleh keluar dari aturan, karena kalau keluar dari sana, harus membuat musyawarah, harus sepakat dulu."

"Karena negara kita negara kesepakatan, atau negara konsensus. Yang dalam pandangan beberapa organisasi, termasuk NU, Muhammadiyah, dan MUI, ini adalah negara yang lahir dari kesepakatan dan harus diikuti," katanya.

Tidak Boleh Golput

KH Marsudi Syuhud juga menyebut, etika politik yang berkaitan dengan Nidzom juga berlaku dalam memilih pemimpin, yakni konteks Pilpres, Pilgub, Pilwalkot, dan sebagainya.

Lantaran menurut etika dalam agama, memilih pemimpin status hukumnya adalah fardhu. Maka, tidak boleh ada yang golongan putih (golput) saat Pemilu digelar.

"Tinggal digunakan hak itu, dan dilihat apakah mereka memiliki kapabilitas punya sifat adil, komplet, paripurna, tinggal ditimbang saja siapa yang tepat untuk dipilih," katanya.

News Update