BOGOR, POSKOTA.CO.ID - Sebanyak 6 Ekor komodo hasil pengembangbiakan Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor, Jawa Barat, diberangkatkan ke Cagar Alam Wae Wuul, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (15/8/2023).
Keberangkatan 6 ekor Komodo berusia 3 tahun ini merupakan langkah taktis dan strategis penyelamatan populasi satwa Komodo (Varanus komodoensis) dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
6 ekor Komodo ini 'Pulang Kampung' melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya (BBKSDA) dengan menggandeng lembaga konservasi satwa terbesar di Indonesia yakni TSI Bogor yang disokong oleh program konservasi PT. Smelting.
Rencananya, keenam satwa ini akan menjalani proses habituasi selama satu bulan di Cagar alam Wae Wuul sebelum dilepasliarkan pada pertengahan September 2023 mendatang.
Prosesi pemberangkatan keenam satwa kebanggaan Indonesia dilakukan di pelataran Rainforest Restaurant, Taman Safari Bogor, Cisarua, Kabupaten Bogor, pada Senin (14/8/2023).
Founder Taman Safari Indonesia (TSI), Jansen Manansang menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk menjaga kelestarian satwa Komodo, karena merupakan salah satu satwa yang dilindungi Undang-Undang.
"Kita menegaskan komitmen bersama KLHK untuk terus berupaya menjaga populasi Komodo agar tetap lestari di Indonesia.
Berbagai langkah konservasi dan habituasi telah kami lakukan dengan sangat serius," ujarnya.
Sementara itu, Group Head Life Sciences, Drh. Bongot Huaso Mulia M.Sc menuturkan, TSI Bogor menjadi salah satu lembaga konservasi satwa yang diberi kepercayaan KLHK RI untuk melakukan pengembangan populasi dan konservasi kelestariannya.
"Ini adalah hasil dukungan semua pihak, tidak hanya ikhtiar Taman Safari Bogor saja," ungkap Group Head Life Sciences Taman Safari Indonesia, Drh. Bongot Huaso Mulia M.Sc.
Bongot menjelaskan, keenam ekor Komodo hasil pengembangbiakan Taman Safari Bogor dengan dukungan PT. Smelting Indonesia ini akan diterbangkan dari Bandara Soekarno Hatta pada 15 Agustus 2023 dengan pesawat Garuda Indonesia.
"Keenamnya akan menjalani proses habituasi selama kurang lebih satu bulan sebelum dilepasliarkan. Selama di Taman Safari Bogor keenamnya juga telah dilatih hidup di alam liar. Nantinya setelah dilepasliarkan akan dipasang GPS untuk memonitor pergerakan dan kondisi mereka di Cagar Alam Wae Wuul," ungkapnya.
Komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List.
Sekitar 4.000-5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor).
Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak.
Karena kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komidi untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca dan Padar.
Belakangan, ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian Komodo.
"Kami tidak henti-hentinya menggalang dukungan dari semua pihak, khususnya pemerintahan dan masyarakat serta kalangan-kalangan intelektual untuk turut menjaga dan melestarikan satwa Komodo. Dukungan besar PT. Smelting kepada Taman Safari Bogor dalam proses pelestarian dan pengembangbiakan harus menjadi motor penggerak entitas lain agar lebih perduli terhadap satwa-satwa yang populasinya kini terancam," tambah General Manager Taman Safari Bogor, Emeraldo Parengkuan.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Smelting, Hideya Sato menegaskan komitmen PT Smelting untuk terus berkontribusi dalam berbagai program konservasi lingkungan hidup, baik satwa mau pun kehidupan alam lainnya.
"Kami, sebagai perusahaan smelter tembaga pertama di Indonesia, terus berkomitmen untuk berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungan hidup," jelas Hideya Sato.

Komodo. (ist)
Pelepasliaran ini, kata Hideya Sato, bukan yang pertama kalinya dilakukan oleh pihaknya bersama Taman Safari Indonesia untuk perlindungan satwa endemik Indonesia yang terancam punah.
"Sebelumnya kami telah sukses melakukan konservasi pengembangbiakan dan pelepasan Elang Jawa ke habitat aslinya di Januari tahun ini. Nah, sekarang ini kami lanjutkan dengan konservasi pelepasan Komodo ke habitat aslinya," tuturnya.
Ia pun mengharapkan, pelestarian satwa endemik Indonesia ini menjadi role model bagi perusahaan lain untuk melakukan hal sama bagi penyelamatan flora dan fauna yang terancam punah.
"Sehingga kelak generasi masa depan bisa mendapatkan manfaat pelestarian lingkungan," jelas Hideya Sato.
PT Smelting merupakan perusahaan yang bergerak di peleburan dan pemurnian tembaga pertama di Indonesia dengan pemegang saham utama Mitsubishi Materials Corporation dan PT Freeport Indonesia.
Pabriknya berlokasi di Gresik Jawa Timur dan berdiri sejak 1996.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK RI, Prof. Dr. Satyawan Pudyamoko, menyambut baik rencana pelepasliaran komodo tersebut.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam terbesar di dunia.
Wilayah Indonesia yang luas dengan karakteristik habitat yang beragam sangat mendukung kehidupan bagi berbagai jenis satwa liar, sehingga sebaran satwa di Indonesia sangat variatif.
Kawasan NTT sebagai salah satu habitat biogeografis unik memiliki ciri satwa khas dan endemik yang keberadaannya hanya dapat ditemui di wilayah tersebut, seperti biawak Komodo.
"Upaya pelepasliaran Komodo ke habitatnya dari pengembangbiakan di Lembaga Konservasi seperti TSI, merupakan implementasi program ex situ linked to in situ," paparnya.
Satyawan pun menaruh harap program ex situ linked to insitu ini dapat direplikasi keberhasilannya oleh Lembaga konservasi lain.
"Dan Komodo yang dilepasliarkan dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di habitat alaminya," tandasnya. (panca aji)