Karut-Marut Pendidikan di Indonesia

Senin 26 Jun 2023, 06:31 WIB
Proses belajar mengajar di sekolah. Ahmad Tri Hawari

Proses belajar mengajar di sekolah. Ahmad Tri Hawari

Oleh Muhidin, Wartawan Poskota

SEKTOR pendidikan Indonesia harus segera dibenahi. Pemerintah jangan tidur terlalu lama, atau cuek karena akan berdampak terhadap generasi masa depan.

Setiap tahun, masih saja terjadi masalah terkait sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Seolah tidak ada evaluasi dari pemerintah, atau dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, harus gerak cepat mengurai masalah pendidikan di Tanah Air. Jika melihat di media sosial, karena masalah pendidikan yang 'amburadul' ini ramai-ramai netizen mendesak mendikbud untuk melepaskan jabatannya.

Jika membaca berita, sejumlah orang tua mengeluhkan sistem PPDB. Orang tua dibuat bingung dan stres. Mereka mempertanyakan, kenapa jarak dekat dari sekolah tidak diterima, sementara yang jauh jaraknya diterima. Jangan-jangan ada sesuatu.

Mereka juga butuh transparansi, di antaranya berapa kuota yang dibutuhkan sekolah pada sistem PPDB, dan berapa jarak maksimal dari sekolah dan rumah calon siswa. Banyak orang tua calon siswa yang belum tahu. Ini juga menjadi catatan pihak Kemendikbud untuk melakukan sosialisasi secara masif.

Tak sampai di situ, dugaan praktik-praktik suap (korupsi) juga harus jadi perhatian pemerintah. Masih ingatkah? KPK pada tahun tahun lalu menyampaikan telah terjadi dugaan praktik suap di tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN). Di mana diduga ada upaya meloloskan siswa agar diterima di SMAN tertentu dengan diduga menyuap oknum pejabat sekolah.

Belum lama ini, majelis hakim memvonis mantan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, dengan hukuman 10 tahun penjara. Karamoni telah terbukti bersalah atas suap Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Unila Tahun Ajaran 2022. Sungguh ironis dunia pendidikan di Indonesia jika begini.

Di sisi lain, kesejaheraan guru juga belum terwujud. Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia melakukan penelitian di Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur, di sana rentang gaji guru di beberapa SMA di kisaran Rp300 ribu hingga Rp1,2 juta per bulan.

Belum lagi dengan nasib guru honorer. Diberitakan media, ratusan guru honorer berstastus Pegawai Tenaga Kependidikan (PTK) Non Aparatur Sipil Negara (ASN) di SMA dan SMK di Kota Depok, Jawa Barat, mengaku sudah tiga bulan tidak menerima gaji.

Padahal kan Indonesia masih kekurangan 1 juta guru. Kalau guru honorer tidak diperhatikan, bagaimana mereka bisa mengajar dengan baik. Dan, bagaimana mencetak generasi bangsa yang berkualitas. Masalah ini juga harus menjadi perhatian pemerintah.

Maka, tidak mengherankan jika melihat rangkaian masalah di sektor pendidikan di Tanah Air, Indonesia masuk peringkat 67 dari 209 negara di dunia di tahun 2023. Data tersebut dirilis oleh Worldtop.20.org.

Di tahun 2021, Indonesia berada di peringkat ke-54 dari 78 negara. Peringkat itu dipublikasikan oleh World Population Review. Angka tersebut kalah dari negara Asia Tenggara lainnya, yakni Singapura di posisi ke-21. Lalu, Malaysia di posisi ke-38 dan Thailand berada di peringkat ke-46.

Terakhir, pesan penulis terhadap masalah yang diuraikan di atas harus segera dibenahi. Langkah pertama pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan guru, jika guru sejahtera maka mentransfer ilmunya akan tenang. Dengan demikian guru akan meningkatkan kualitas diri. Alhasil akan mencetak generasi yang berkualitas. (***)

News Update