Buktikan Penukaran Sabu dan Tawas dalam Kasus Teddy Minahasa, Pakar UNAIR Sarankan Pembuktian Ilmiah

Sabtu 06 Mei 2023, 11:01 WIB
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UNAIR, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno.(Ist)

Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UNAIR, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno.(Ist)

JAKARTA,  POSKOTA.CO.ID – Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UNAIR, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno kritisi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang tidak mampu membuktikan klaim penukaran sabu dan tawas dalam sidang kasus narkoba Teddy Minahasa.

Menurutnya dalam kasus ini perlu lakukan pembuktian ilmiah terkait asal usul sabu tersebut karena pembuktian tidak hanya bisa bersandar pada keterangan saksi mahkota yang notebenya juga sebagai terdakwa dalam kasus ini.  

"Jadi menurut saya, yang paling utama dijawab adalah asal usul sabu, ini pokok persoalan. Apakah benar sabu ini berasal dari penyisihan yang ada di Polda Sumatera Barat? atau Polres Bukittinggi? ini harus terjawab dulu," tutur Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UNAIR, Nur Basuki Minarno dalam sebuah podcast Youtube Bravos Radio Indonesia, dikutip Minggu (6/5/2023).

Seperti diketahui Polda Metro Jaya sebelumnya menyita barang bukti sabu seberat 3,3 kg di Jakarta dari Dody, Syamsul Ma'arif, Linda Pujiastuti, dan Kasranto. Klaimnya sabu seberat 3,3 kg yang disita di Jakarta tersebut berasal dari penyisihan barang bukti sabu sitaan dari polres Bukittinggi.

Namun terbukti dari surat berita acara pemusnahan dan kesaksian para saksi (anggota Polres Bukittinggi: Kompol Sukur Hendri Saputra, Iptu Syafri, Iptu Alexi, Bripka Heru Prayitno) di persidangan bahwa tidak ada penyisihan karena semua barang bukti sabu hasil sitaan polres Bukittinggi seberat 35 kg telah dimusnahkan. Lantas yang menjadi teka-teki adalah barang bukti sabu seberat 3,3 kg yang disita Polda Metro Jaya di Jakarta berasal dari mana?.

Oleh karena itu, menurut Prof. Nur pertanyaan mendasar inilah yang seharusnya mampu dibuktikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara ilmiah di persidangan. Namun selama proses persidangan JPU tidak melakukan hal tersebut.

 JPU hanya menyandarkan dakwaan kepada Teddy Minahasa berdasar pada kesaksian para saksi mahkota (Dody, Syamsul Ma'arif) yang notebenya juga sebagai terdakwa dalam kasus ini.

"Itu kan dari para keterangan terdakwa, sekalipun dia sebagai saksi mahkota mengatakan bahwa sabu yang telah diperjual-belikan itu kan berasal dari Polres bukittinggi, pengakuan mereka. Tapi kan gak ada pembuktian scientific terkait masalah asal usul dari sabu. Itu kan hanya mendasarkan keterangan dari Dody dan maarif yang notebenya juga sebagai terdakwa," kata Prof. Nur.

Menurut Prof. Nur jika diadu mana yang lebih kuat antara surat resmi Berita Acara Pemusnahan sabu di Polres Bukittinggi dengan keterangan saksi mahkota yang notebenya juga sebagai terdakwa maka yang bisa lebih dipercaya adalah surat resmi karena memiliki kualitas akurasi kebenaran yang lebih kuat. Namun demikian, menurutnya agar lebih meyakinkan secara pembuktian maka diperlukan scientific investigation.  

"Kalau seperti ini, nampaknya kan diadu antara dokumen resmi dengan keterangan dua orang itu tadi (dody dan maarif). Kalau penyidik itu ingin membuktikan bener tidak sabu itu telah diganti dengan tawas, mestinya ada pembuktian secara ilmiah, scientific investigation," bebernya.

Maka dari itulah, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana UNAIR ini memberikan saran kepada majelis hakim untuk melakukan uji lab terhadap sabu yang disita Jakarta tersebut apakah sama dengan yang di Bukittinggi. Ini menjadi hal penting sebelum dijatuhkannya putusan hukum terhadap Teddy Minahasa agar tidak menjadi peradilan yang sesat dan berbahaya.  

"Maka menurut saya hakim lebih arif dan bijaksana manakala sebelum dia membuat putusan, dia bisa melakukan pemeriksaan setempat untuk meminta dilakukan uji lab, apakah barang yang ada di Jakarta itu sama tidak dengan yang ada di Bukittinggi. Ini kalau tidak dilakukan seperti ini, bisa bahaya ini," pungkasnya. (Aldi)

Berita Terkait

News Update