ADVERTISEMENT
Selasa, 2 Mei 2023 13:52 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Pelaku itu sudah beberapa kali datang ke kantor MUI. Dia mengaku nabi dan ingin bertemu Ketua Umum MUI, namun sepertinya gagal terus.
Hal itu diungkapkan Pengamat terorisme dari Institute Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai yang mengacu pada keterangan Waketum MUI Anwar Abbas.
"Kegagalan bertemu itu tentu memicu kekecewaan. Bahkan bukan sekadar kecewa, penyerangan bersenjata itu menunjukkan adanya kemarahan dan kebencian yang sangat mungkin dipicu oleh rasa kecewa karena merasa tidak disambut dan diperlakukan sesuai harapan," kata Khairul Fahmi saat dihubungi, Selasa (2/5/2023).
Kejahatan, kata Khairul, mulai dari kelas maling ayam sampai terorisme itu tak pernah radikal. Dia hasil ketidakberfikiran. Sifatnya dangkal, ekstrem. Mencuri itu cara ekstrem mendapatkan barang, uang, kebutuhan.
Teror adalah cara ekstrem menyampaikan pesan kebencian dan hasrat balas dendam. Semua itu terjadi karena kedangkalan, ketidakberfikiran, bukan keradikalan.
"Kita saja, jika mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan atau tidak sesuai harapan ketika mengakses layanan publik, bisa ngomel-ngomel bahkan ngamuk di lokasi. Apalagi si pelaku yang mengaku nabi, tapi merasa tak digubris oleh MUI," tegasnya.
Sayangnya, lanjutnya, dalam peristiwa di kantor MUI ini pelaku dikabarkan tewas. Kita tidak bisa menelusuri lebih jauh soal pengakuan sebagai nabi dan dari mana ia mendapatkan senjata untuk melakukan serangan.
"Masukan saya, kepekaan dan kewaspadaan dari pimpinan hingga unsur-unsur terdepan di lembaga-lembaga yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat selalu diperlukan. Kekecewaan tak bisa dianggap sepele. Dia selalu potensial memicu kekerasan ekstrem atau kejahatan berbasis kebencian dan balas dendam," tutupnya. (rizal)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT