Oleh: Ilham Tanjung, Wartawan Poskota
FEDERASI Sepak Bola Internasional (FIFA) resmi telah mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 pada Rabu (29/3/2023).
Keputusan ini keluar seiring adanya penolakan keikutsertaan Israel di ajang tersebut atas dasar konstitusi.
Dalam konstitusi alinea pertama Undang-Undang Dasar (UUD) 45 menyebutkan "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Memang, FIFA tidak dengan jelas merinci alasan pembatalan Indonesia selaku tuan rumah.
Hanya kata-kata 'mengingat situasi saat ini' yang bikin orang bertanya-tanya dan penasaran.
Namun pernyataan FIFA lebih ke Tragedi Kanjuruhan dimana FIFA akan membantu sepakbola Indonesia bangkit selepas tragedi suram tersebut.
Spontan semua pihak pejabat hingga pecinta sepakbola ikut bersuara hingga kini.
Wajar saja sepakbola merupakan olahraga yang paling digemari rakyat Indonesia dan terpaksa harus mengubur mimpi bisa menyaksikan langsung Piala Dunia U20 yang rencananya digelar pada 20 Mei -11 Juni 2023.
Begitu juga dengan media-media luar negeri juga banyak menyoroti pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah, termasuk dari media Israel, "Times of Israel".
Mereka menyoroti status tuan rumah Indonesia dicopot di tengah kekacauan politik terkait partisipasi Timnas Israel.
Selain status tuan rumah, media tersebut juga menuliskan bahwa partisipasi Indonesia pada Piala Dunia U20 juga dicoret.
Mereka menuliskan, status tuan rumah Indonesia diragukan setelah PSSI menunda pengundian pada Minggu (26/3/2023).
Delegasi yang dilakukan Erick Thohir di Doha ternyata tak ampuh dalam mengupayakan agar Indonesia tetap jadi tuan rumah.
Tak ada pilihan lain, kini pemerintah harus fokus agar Indonesia terhindar dari sanksi FIFA, jangan sampai dikucilkan dari sepak bola dunia.
Dari catatan penyelenggaraan sepak bola dunia, Indonesia sebagai negara keempat yang gagal menggelar Piala Dunia U20.
Indonesia juga jadi negara ketiga yang gagal karena situasi politik.
Negara pertama dialami Yugoslavia dimana sejak dulu dikenal sebagai penghasil wonderkid.
Sayang, negara pecahan Uni Soviet yang pecah lagi menjadi beberapa negara Balkan itu dahulu sering terlibat perang.
Sepak bola seharusnya menjadi alat untuk mempersatukan negara tersebut.
Tetapi perang saudara membuat segalanya tinggal kenangan.
Karena perang itu juga, Piala Dunia U20 yang sedianya digelar di sana gagal digelar.
Situasi politik yang mencekam membuat FIFA memutuskan untuk memindahkan venue ke Australia, jauh di pasifik sana.
Politik lagi-lagi membuat sepak bola berantakan.
Pada 2003, mimpi Irak untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 urung terlaksana.
FIFA awalnya sangat yakin Irak adalah lokasi paling tepat buat hajatan Piala Dunia U-20.
Namun sayang, situasi politik luar negeri membuat rencana tersebut buyar.
Invasi Amerika Serikat 20 tahun lalu di Irak mau tak mau memaksa FIFA memindahkan venue ke lokasi yang tak jauh, tepatnya di Uni Emirat Arab.
Kini terjadi pada negeri kaya Indonesia.
Tidak perlu disesali dan saling menyalahkan, toh nasi sudah jadi bubur.
Konstitusi lebih berharga daripada segalanya karena para pejuang negeri ini telah melahirkan konstitusi untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ingat pesan Presiden Jokowi pencoretan sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 bukan membuat akhir dari segalanya.
Indonesia lebih bermartabat menjunjung tinggi konstitusinya dan tidak ada yang bisa mengaturnya apa lagi hanya Si Kulit Bundar.
Bravo Garuda Muda. (*)