AS, POSKOTA.CO.ID - Teknologi kecerdasan buatan (AI) terus dikembangkan para ilmuwan.
Mereka mengembangkan teknologi ini untuk memahami bahasa hewan.
Ini dimungkinkan dengan perkembangan di bidang bioakustik digital.
Bioakustik adalah ilmu yang menggabungkan biologi dan akustik. Biasanya merujuk pada penelitian mengenai produksi suara, dispersi melalui media elastis, dan penerimaan.
"Teknologi baru tersebut membantu peneliti memecahkan kode komunikasi hewan. Bahkan mulai berbicara dengan mereka. Sensor mutakhir dan AI mungkin membuat kita berada di ambang komunikasi antar spesies.”
Demikian keterangan Kelso Harper, produser video dan jurnalis sains yang punya gelar di bidang penulisan kimia dan sains dari Universitas Johns Hopkins dan Institut Teknologi Massachusetts seperti dikutip dari Scientific American pada Sabtu (1/4/2023).
Profesor di Universitas British Columbia dan Institute untuk Studi Lanjutan Harvard Radcliffe Karen Bakker menulis buku berjudul “The Sounds of Life: How Digital Technology is Bringing us Closer to the Worlds of Animals and Plants.”
Dia dalam buku tersebut mengeksplorasi bagaimana para peneliti memanfaatkan teknologi baru untuk memahami komunikasi hewan bahkan di bidang bioakustik digital yang sedang berkembang.
Karen Bakker menyebutkan yang digambarkan para peneliti kurang lebih hampir mirip hewan berbicara layaknya manusia di film kartun.
Rupanya upaya ini sudah dilakukan para peneliti. Mereka pertama kali mulai mencoba berkomunikasi dengan hewan pada sekitar 1970 hingga 1980-an. Mereka berusaha mengajari hewan bahasa manusia.
Namun ilmuwan beralih dari pendekatan yang berpusat pada manusia dan sebaliknya mereka ingin memahami komunikasi hewan dengan caranya sendiri.
"Jadi alih-alih mencoba mengajari burung berbicara bahasa manusia, ilmuwan menguraikan apa yang sudah mereka katakan dalam bahasa burung," kata Kelso Harper.
Bidang bioakustik digital baru ini menggunakan perekam lapangan portabel seperti mikrofon mini yang dapat diletakkan hampir di mana saja, di pohon, di puncak gunung, bahkan di punggung ikan paus dan burung.
Mereka merekam suara setiap hari dan membuat banyak sekali data. Kemudian peneliti dapat menerapkan algoritma pemrosesan bahasa alami seperti yang digunakan oleh Google menerjemahkan untuk mendeteksi pola dalam rekaman ini dan mulai memecahkan kode apa yang mungkin dikatakan hewan kepada satu sama lain.
Salah satu contoh yang diberikan Karen Bakker dalam bukunya adalah tentang kelelawar buah Mesir. Seorang peneliti bernama Yossi Yovel merekam audio dan video dari dua puluhan kelelawar selama dua setengah bulan.
Timnya mengadaptasi program pengenalan suara untuk menganalisis 15 ribu suara. Lalu algoritma menghubungkan suara tertentu dengan interaksi sosial tertentu dalam video seperti berebut makanan atau berebut posisi tidur.
Penelitian ini kemudian dikombinasikan dengan beberapa penelitian terkait lainnya sehingga mengungkapkan kelelawar mampu melakukan komunikasi yang rumit.
Kelso Harper mengatakan,“Dengan kecerdasan buatan, kita bisa mulai melacak pola komunikasi hewan yang sebelumnya tidak pernah bisa kita lakukan.”
Kemudian menjadi perdebatan apakah persoalan komunikasi hewan dapat disebut sebagai bahasa?
Namun semakin jelas bahwa hewan memiliki cara komunikasi yang jauh lebih kompleks daripada yang dipikirkan sebelumnya.
Penelitian di bidang bioakustik digital sangat menarik dan mengubah cara kita berpikir tentangkomunikasi dengan lawan bicara non manusia.
Karen Bakker dalam bukunya memberikan perbandingan penemuan bioakustik digital dengan penemuan mikroskop yang memiliki kemiripan.
“Mikroskop membuka seluruh dunia baru bagi kita dan meletakkan dasar bagi terobosan ilmiah yang tak terhitung jumlahnya secara visual. Itulah yang dilakukan bioakustik digital dengan audio untuk mempelajari komunikasi hewan,” pungkas Karen Bakker. ***