Banten Darurat Asusila, 12 Kasus Kekerasan Seksual Terjadi di Lembaga Pendidikan

Minggu 05 Mar 2023, 16:11 WIB
Komnas PA Provinsi Banten saat sosialisasi bahaya kekerasan seksual di lembaga pendidikan (Foto: ist)

Komnas PA Provinsi Banten saat sosialisasi bahaya kekerasan seksual di lembaga pendidikan (Foto: ist)

SERANG,  POSKOTA.CO.ID – Kasus tindakan asusila seperti tidak ada hentinya di wilayah Provinsi Banten. Bahkan kejadiannya dilakukan di lingkungan lembaga pendidikan.

Kasus ini menjadi keprihatinan serius dari Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten.

Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat yang aman dan penuh kasih sayang bagi para santri untuk belajar dan mendapatkan pendidikan moral yang baik.

Namun kenyataannya, pesantren acapkali menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual yang merugikan masa depan para santri.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Banten, Hendry Gunawan saat memberikan pendampingan di lembaga pendidikan.

Dalam catatannya, data pendampinan kasus di tahun 2022, Komnas Anak Provinsi Banten memberikan pendampingan terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi sebanyak 12 kasus.

"Dengan rincian tiga kasus di Kota Serang, tujuh kasus di Kabupaten Tangerang, dan dua kasus di Kabupaten Serang," katanya, Minggu (5/2/2023).

Bahkan di awal tahun 2023, telah terjadi lima kasus kekerasan seksual di pesantren yang menimpa para santri.

Di Kota Serang, terdapat kasus kekerasan seksual terhadap seorang santri yang melahirkan di pondok.

Tidak hanya itu, pimpinan pondok Pesantren Kasemen dan Pesantren Tanara juga terlibat dalam kasus kekerasan seksual.

"Selain itu, Ustaz di Pesantren Petir juga dilaporkan terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual juga dilaporkan terjadi salah satu pesantren di Bandung, Kabupaten Serang," ungkapnya.

Menurutnya, pelaku kekerasan seksual dalam beberapa kasus terakhir adalah pengasuh dan pimpinan pesantren.

Bahkan tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan bagi para santri. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dalam menangani kasus kekerasan seksual di pesantren.

Maka, evaluasi internal pesantren menjadi langkah awal yang perlu dilakukan dari internal pesantren dalam menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual.

"Evaluasi ini harus dilakukan secara menyeluruh dan berkala, mencakup pemeriksaan latar belakang tenaga pengajar dan staf pesantren, pengawasan kegiatan santri, serta peningkatan kualitas pendidikan seksual bagi santri dan staf pesantren," paparnya.

Selain itu, pesantren juga perlu memiliki mekanisme pengaduan yang jelas dan transparan bagi santri dan orang tua santri yang menjadi korban kekerasan seksual.

Peraturan Menteri Agama nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama dapat menjadi pedoman bagi pesantren dalam menyusun langkah-langkah preventif dan penanganan kasus kekerasan seksual.

Yang lebih penting, tokoh agama juga perlu memberikan pemahaman kepada anak-anak santri tentang pentingnya memberikan perlindungan terbaik kepada teman sebaya dan menjauhkan para santri dari kekerasan seksual.

"Tentu kita semua berharap, jangan sampai bayangan kekerasan seksual yang mengerikan menghalangi orang tua untuk memasukkan anak mereka ke pesantren. Pesantren kita harapkan menjadi benteng moral di tengah penetrasi teknologi kepada anak-anak yang luar biasa saat ini," tegasnya. (Bilal)

Berita Terkait

News Update