JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa Putra mengaku kenal dengan Linda Pudjiastuti alias Linda Anita di tempat spa atau pijat.
Hal tersebut disampaikan terdakwa Irjen Teddy saat dirinya menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (1/3/2023).
Awalnya Ketua Majelis Hakim menanyakan terkait hubungan antara Irjen Teddy Minahasa dengan dua terdakwa yakni AKBP Dody Prawiranegara dan Linda Anita.
Teddy mengatakan, dirinya mengenal Dody saat berdinas di Polda Sumatera Barat. Saat itu Dody merupakan bawahannya. "Ketika itu saudara Kapolda, Dody sebagai apa?" tanya Hakim.
"Kapolres Bukittinggi lalu mutasi ke Kepala Biro Pengadaan dan Logistik Polda Sumbar," jawab Teddy.
Awal Perkenalan Teddy Minahasa dan Linda Anita
Lantas Hakim Jon kembali bertanya kepada Irjen Teddy Minahasa mengenai hubungannya dengan Linda Anita. Jenderal Bintang 2 itu mengaku kenal dengan Linda Anita di sebuah tempat spa Circa tahun 2005.
"Sekitar tahun 2005 atau 2006, saat saya kuliah di Universitas Indonesia (UI) saya dan temen-temen saya sering kalau selesai kuliah itu sauna atau spa di Hotel Klasik Pecenongan. Bertemu sama Linda Anita sebagai resepsionis di tempat spa itu," aku Teddy.
Setahun kemudian, Teddy juga diperkenalkan oleh suaminya Linda Anita untuk urusan bisnis benda-benda antik.
"2007 tidak ada komunikasi saya sespim dan tour of area, sampe 2019 saudara Anita (Linda) kembali menghubungi saya untuk urusan informasi penyelundupan narkotika," ujarnya.
"Kemudian 2019 bulan Oktober itu karena informasinya tidak valid tidak ada komunikasi lagi," tambah Irjen Teddy.
Selanjutnya, pada 2022, Linda Anita kembali dihubungi Teddy untuk penjualan pusaka ke Brunei Darussalam.
"Yang bersangkutan masih ingin menawarkan projek penjualan pusaka ke raja Brunei Darusalam," pungkasnya.
Teddy Minahasa Minta Carikan Lawan ke Linda Anita
Sebelumnya diberitakan, Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menawarkan sabu seberat 5 kilogram kepada terdakwa Linda Anita. Jenderal Bintang 2 itu meminta carikan pembeli.
Hal tersebut dikatakan terdakwa Linda Anita saat menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/2/2023).
Kepada Majelis Hakim, Linda Anita menceritakan awalnya ia menghubungi Irjen Teddy Minahasa pada tanggal 23 Juni 2022 dengan maksud ingin ikut kembali bekerja ke Brunei.
"Jadi waktu itu tanggal 23 Juni saya ada WA terdakwa, saya ingin ikut bekerja kembali ke Brunei untuk menawarkan keris pusaka terdakwa. Dijawab dengab terdakwa 'silakan'," ucap Linda memberikan keterangan.
Saat itu Linda Anita membalas bahwa dirinya tidak mempunyai ongkos operasional untuk ikut bekerja.
Irjen Teddy Minahasa kemudian menawarkan sabu hasil pengungkapan yang telah ditukar dengan tawas.
"Terdakwa bilang 'ini saya ada sabu 5 kg, carikan lawan untuk kamu operasional ke Brunei. Tanpa saya pikir panjang, saya tanya barang gimana? Saya tanya," katanya kepada Hakim.
Irjen Teddy Minahasa mengatakan bahwa barang haram tersebut ada di Riau. Terdakwa Linda Anita kemudian menawarkan agar sabu tersebut dibawa ke Jakarta.
"Terus beliau bilang, nanti ada orang saya, nanti kamu koordinasi dengan dia namanya Dody. Saya jawab 'ya Pak Teddy'," katanya.
Kemudian tak lama ada telepon masuk ke Linda Anita dari seseorang yang mengaku Dody.
Dody adalah mantan Kapolres Bukittinggi yang diperintah Irjen Teddy Minahasa untuk menukar sabu hasil pengungkapan lalu ditukar tawas.
"Kira-kira pukul 10.00 atas nama Dody menghubungi saya, dia bilang 'Mba Anita saya orangnya Pak Teddy' untuk menghubungi mba soal sabu yang 5 kilo. Itu telepon ya bukan chat," kata Linda Anita.
"Saya langsung canda sama dia 'itu BB ya yang 41,4?' Saya tembak gitu. Dia kaget dengan saya," lanjutnya.
7 Terdakwa Jalani Sidang di PN Jakbar
Diketahui, 7 terdakwa kasus peredaran narkotika yang melibatkan mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Mereka adalah Irjen Teddy Minahasa, AKBP Dody Prawiranegara, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Maarif, Muhammad Nasir, dan Kompol Kasranto.
Para terdakwa didakwa Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) subsider Pasal 112 Ayat (2).