JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Istilah sistem pemilu dengan proporsional terbuka dan tertutup belakangan menjadi hangat diperbincangkan. Hal ini dipicu oleh persaingan dua kubu capres terkait pelaksanaan sistem pemilu 2024 mendatang.
Anies Baswedan yang merupakan capres dari Koalisi Perubahan secara tegas mendukung pelaksanaan pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka. Ia menganggap sistem demikian lebih sehat untuk demokrasi di Indonesia.
Anies menyebut, sistem pemilihan di Indonesia saat ini telah memberikan ruang partisipasi yang sangat besar pada para pemilih.
"Saya rasa ini kan sudah pada fase memberikan ruang partisipasi yang luas kepada publik," ujar Anies saat ditemui di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2023).
Di sisi lain, PDIP mengusulkan agar pemilu 2024 nanti memberlakukan sistem proporsional tertutup. Sebab, kubu Partai Banteng itu menganggap proporsional terbuka atau mencoblos calon anggota legislatif yang dilakukan saat ini membuat ongkos Pemilu mahal.
Lantas, apa perbedaan sistem pemilu proporsional terbuka dengan tertutup? Simak penjelasannya berikut.
Sistem proporsional terbuka menghendaki pemilih untuk dapat langsung memilih calon wakil-wakil legislatif. Dalam sistem ini, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun secara acak.
Oleh karena itu, pemilih dapat langsung memilih salah satu calon dari partai politik tertentu. Pemenang kemudian ditentukan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh oleh calon bersangkutan.
Keunggulan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan umum (Pemilu) adalah adanya derajat keterwakilan yang baik karena pemilih bebas menentukan wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Anggota Komisi III Supriansa dalam sidang kelima uji materiil UU Pemilu yang digelar pada Kamis (26/1/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurutnya, sistem proporsional terbuka Pemilu wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 22E ayat (1) UUD RI 1945.
"Pemilu yang terselenggara secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan wakil rakyat yang berkualitas dapat dipercaya dan dapat menjalankan fungsi kelembagaan legislatif secara optimal,” tegas Supriansa dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (23/02/2023).
Kendati demikian, sistem proporsional terbuka yang dianggap ideal dalam Pemilu ini juga tak luput dari kekurangan. Sebab, pelaksanaannya dapat memicu terjadinya kecurangan politik uang karena biaya yang diperlukan untuk kampanye pribadi sangat besar.
Penentuan kandidat ditentukan langsung oleh elektabilitas sehingga kader-kader yang kurang populer tetapi memiliki integritas tinggi cenderung tenggelam.
Sementara itu, dalam sistem proporsional terutup, pemilih hanya boleh memilih partai politik dan wakil legislatif yang telah ditentukan oleh partai bersangkutan.
Adapun mekanisme dalam sistem proporsional terutup, partai politik mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut yang ditentukan oleh partai politik bersangkutan.
Pemilih dalam sistem ini hanya diperkenankan memilih partai politik sehingga penetapan calon terpilih ditentukan langsung oleh partai atau sesuai dengan nomor urut.
Jika mengkaji sisi keunggulan, sistem proporsional tertutup memakan biaya politik yang cukup rendah karena calon tidak perlu memobilisasi pendukung ataupun melakukan kampanye pribadi. Selain itu, calon-calon kurang populer yang dianggap memiliki integritas memiliki derajat kemungkinan terpilih yang lebih besar sebagai anggota legislatif.
Namun, pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional tertutup ini menuntut pemangkasan keterlibatan pemilih dalam menentukan wakil legislatif di parlemen. Pemilih tidak dapat mengontrol wakil legislatif dari partai politik yang dipilihnya.(*)