Perkokoh Identitas Nasional

Kamis 23 Feb 2023, 19:57 WIB

“Perlu dikembangkan sikap humanis sebagaimana terukir jelas dalam butir- butir filosofi bangsa kita dengan  menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusian, saling menyayangi, menghormati, tenggang rasa dan tidak semena – mena,”  
-Harmoko-

 
Setiap orang, kelompok, masyarakat, pasti memiliki identitas. Bahkan, untuk memperkuat identitasnya setiap daerah, acap memperkenalkan jargon, motto, simbol atau tagline di belakang nama daerahnya (kotanya) seperti kata “Beriman” yang diartikan  Bersih, Indah, dan Aman. Bermartabat” kepanjangan dari Bersih, Makmur, Taat, Bersahabat.

Dan,  masih banyak lagi semboyan lain yang digunakan oleh masing – masing daerah. Tujuannya menggerakkan masyarakat agar menjadikan kotanya seperti dalam semboyan dimaksud.

Dalam organisasi sosial kemasyarakatan, sosial politik pun identitas menjadi rujukan dalam menjalankan organisasinya, apakah paguyuban, komunitas hobi, bakat ataupun profesi hingga partai politik. Identitas, lazimnya dicantumkan dalam AD dan ART nya, termasuk simbol – simbol yang acap dipublikasikan.

Begitupun dalam kehidupan berbanga dan bernegara, perlu dibangun identitas nasionalnya sebagai jati diri bangsa. Kita tahu, sebuah bangsa tanpa jati diri akan terombang ambing oleh arus budaya asing, lebih – lebih di era globalisasi, digitalisasi seperti sekarang ini.

Berbicara jati diri, tentu tak lepas dari ciri- ciri, sifat dan karakter yang melekat pada diri bangsa kita seperti keberagaman suku, etnis, agama dan budaya. Di sisi lain, terdapat karakter sopan santun, ramah, rukun dan gotong royong yang berakar dari tradisi dan budaya bangsa.

Keberagaman adalah anugerah sebagai pengikat tali persatuan dan kesatuan bangsa. Hanya saja kerap diperdebatkan, kemudian disalahtafsirkan sehingga mencuat beragam perbedaan, hingga terbawa ke ranah kehidupan politik praktis seperti sekarang ini, yang tiada henti memperdebatkan perbedaan.

Termasuk memperdebatkan identitas, padahal setiap organisasi, perkumpulan dan parpol, masing – masing memiliki identitas.

Adab budaya bangsa kita mengajarkan untuk saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain, termasuk hak asasi, jati diri dan identitas masing – masing. Bukan mempersoalkan,apalagi memaksakan kehendak identitas dirinya kepada orang lain atau sebaliknya orang lain memaksakan identitasnya kepada kita.

Hendaknya berpikir jernih,  “Bukankah Identitasku adalah milikku, identitasmu adalah milikmu. Mari kita seiring sejalan membangun negeri dengan tidak saling mengganggu identitas yang masing – masing kita miliki.”

Yang diperlukan sekarang adalah menyerasikan dan menyelaraskan semua identitas yang ada menjadi identitas nasional bangsa yang berdasarkan kepada falsafah negara Pancasila, konstitusi UUD 1945, berbendera Merah Putih, berlambang Garuda Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan bentuk negara NKRI. Itulah identitas nasional yang berjati diri Indonesia sejati.

Yang perlu kita lakukan kemudian adalah membangun narasi kerukunan, bukan perpecahan. Narasi kedamaian, bukan konflik dan kebencian. Bukankah “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah” – rukun membuat sentosa dan kokoh, sedangkan bertengkar membuat rusak dan menimbulkan kehancuran.

Ini diperlukan sikap saling menghormati, saling menghargai karakter dan identitas masing - masing. Sangat tidak bijak jika kita mengakui adanya keberagaman, tapi masih mempersoalkan perbedaan.

Sangat tidak bijak lagi, jika mengakui perbedaan, tetapi memaksakan pendapatnya yang berbeda agar diakui kebenarannya. Pendapatnya yang paling baik dan benar untuk bangsa dan negara.

Tak kalah pentingnya, masing – masing- masing perlu lebih mengedepankan sikap rela berkorban untuk menyamakan persepsi. Selalu berpikir positif (husnudzon), bukan berpikir negatif ( zuhudzon) untuk menjaga keharmonisan dan keserasian dalam berbangsa dan bernegara. Itulah perilaku luhur yang perlu menjadi jati diri bangsa.

Lebih jauh lagi, perlu dikembangkan sikap humanis (kemanusiaan) sebagaimana terukir jelas dalam butir- butir filosofi bangsa kita. Humanis adalah menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusian, saling menyayangi, menghormati, tenggang rasa dan tidak semena – mena, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Aktualisasi diri melalui sikap perbuatan yang lebih berorientasi kepada lingkungan sekitar. Ada dorongan tanpa pamrih ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, lingkungan sekitarnya. Lebih luas lagi bagi kemajuan bangsa dan negara, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang berkeadilan sosial sebagaimana cita – cita negeri ini didirikan.

Itu cita – cita kita semua, semua komponen bangsa, termasuk partai politik yang memproduksi kekuasaan.

Mari kita kian perkokoh identitas nasional kita yang berjati diri Indonesia sejati. (Azisoko).
 


 

News Update