Stabilitas Politik di Tengah Intrik

Senin 20 Feb 2023, 11:46 WIB

“Dalam stabilitas politik yang mantap, selain memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, juga kian berpotensi merumuskan sistem ketatanegaraan yang kredibel, berkeadilan dan berkedaulatan rakyat.”
-Harmoko –

 
Tahun ini penuh dengan tantangan. Siapapun tahu, situasi global dalam kondisi tidak normal. Beragam ancaman krisis, masih memerlukan kejelian dalam analisis, sementara risiko dampak resesi ekonomi masih sulit diprediksi dan dikalkulasi.

Dalam situasi penuh ketidakpastian di bidang ekonomi dunia ini, semakin diperlukan stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Jika tidak, beragam ancaman, menjadi potensi goyahnya kesatuan dan persatuan.

Kita meyakini stabilitas keamanan akan selalu kondusif. Jajaran yang bertanggung jawab di bidang keamanan, lebih siap dan sigap mengantisipasi dan mewaspadai setiap gejala yang ada. Gejala yang berpotensi dapat mengancam stabilitas.

Saat ini, setahun sebelum Pemilu serentak digelar pada 14 Februari 2024, stabilitas politik juga dalam kondisi terkendali. Namun, trik politik yang kadang disertai intrik, patut dicermati, diantisipasi dan diwaspadai karena bisa berpotensi memecah kelompok masyarakat.

Manuver ditandai dengan menyeruaknya antar- kubu yang saling menyerang guna memperbesar dukungan, membela sosok idolanya yang sudah dicapreskan oleh parpol atau figur yang dikehendaki tampil sebagai capres.

Perang pernyataan berisi pembelaan sudah setiap hari kita saksikan,padahal hingga kini secara resmi belum ada capres. Yang sudah ada adalah bakal capres yang diusung oleh parpol pendukungnya.

Capres definitif didapat setelah didaftarkan ke KPU ( Komisi Pemilihan Umum), kemudian disahkan atau ditetapkan yang dijadwalkan (sesuai tahapan pemilu) pada Oktober tahun ini.

Boleh jadi tokoh yang digadang – gadang, dielu- elukan, tidak tampil sebagai capres karena satu dan lain hal, sementara pembelaan yang kadang disertai dengan menguak kejelekan pihak lain, sudah acap terucap, baik secara individu ataupun  kelompok dukungan.

Kita dapat menduga mengumbar pencitraan akan semakin masif begitu memasuki tahapan kampanye pilpres yang dijadwalkan mulai 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Mengunggulkan jagonya yang terbaik, yang dapat membawa kemajuan dan kesejahteraan Indonesia, adalah bagian dari strategi kampanye. Tentu dengan mengusung visi, misi dan program andalan, bukan menjelekkan lawan dengan mengumbar kebencian, menguak aib masa lalu yang belum jelas kebenarannya. Lebih – lebih sampai menyebarkan hoax.

Rekam jejak memang harus menjadi rujukan dan pertimbangan dalam menentukan pilihan, tetapi menjebak rekam jejak yang sifatnya sangat – sangat privacy sebagai alat hinaan, cacian, makian dan kebencian, tidaklah elok.

Setiap orang pasti mengalami masa lalu yang buruk, yang menjadi soal apakah hal buruk yang sifatnya privacy itu akan mengganggu dan merugikan orang lain, menjadikan buruk kinerjanya, masa depannya?

Bukankah jika ingin melihat karakter capres atau pejabat publik yang lain, dengan menakar integritas kepribadiannya, moralitasnya, kejujurannya, hasil karya nyata yang telah dipersembahkan kepada bangsa dan negara. Bukan sebatas pencitraan belaka.

Bukankah budaya demokrasi kita mengajarkan politik santun dan beradab dengan menjunjung tinggi nilai – nilai luhur Pancasila seperti saling menghargai, saling menghormati. Tidak saling ejek, mencerca, menghina, merendahkan, meremehkan, dan menyakitkan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Berkompetisi tanpa dengki. Menjatuhkan lawan bukan dengan pengkhianatan dan kebohongan. Bahkan, sebisa mungkin mengalahkan lawan dengan merangkulnya menjadi kawan, bukan menjatuhkan atau menghinakan.

Ada pitutur luhur, “ Memayu hayuning bawana, ambrasto dhur angkoro” – bahwa hidup ini hendaknya selalu berusaha memperindah dunia dengan cinta kasih kepada sesama, serta memberantas segala sifat tercela yang akan merusak dunia.

Menjadi kewajiban bagi kita semua, jika tidak mampu memberantas, setidaknya membuang sifat tercela, termasuk ketika berkompetisi dalam pemilu.

Dengan meniadakan sifat tercela seperti disebutkan tadi, akan mengokohkan bangunan stabilitas politik di negeri kita.

Dalam stabilitas politik yang mantap dan terkendali, selain memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, juga kian berpotensi merumuskan sistem ketatanegaraan yang kredibel, berkeadilan dan berkedaulatan rakyat.

Semakin mantapnya stabilitas politik, kian berkemampuan meningkatkan investasi dan pembangunan dalam segala sektor kehidupan sesuai kebutuhan rakyat.

Ini semua guna meningkatkan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengentasan kemiskinan, peningkatan tingkat pendidikan masyarakat sebagai upaya mengatasi kesenjangan yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah (PR), siapapun presidennya kelak.

PR itu mencerminkan masih adanya ketidakadilan sosial. PR itu pula  yang hendaknya menjadi fokus penyelesaian bagi para kandidat calon pemimpin bangsa ke depan. (Azisoko).

 
 
 
 

Berita Terkait

Obrolan warteg: Narko- politik

Senin 13 Mar 2023, 06:10 WIB
undefined

Partai Kader dan Kader Partai

Kamis 16 Mar 2023, 10:19 WIB
undefined

News Update