Oleh: Tri Haryanti, wartawan Poskota
PARTAI politik (parpol) lagi santer meributkan sistem pemilu proporsional tertutup dalam pelaksanaan pemilihan umum 2024 mendatang. Ada parpol yang mendukung, namun tak sedikit yang menolak.
Sistem proporsional tertutup ini memang lagi terus dibahas sejak dilakukanya uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sistem proporsional tertutup adalah salah satu sistem perwakilan berimbang di mana pemilih hanya dapat memilih partai politik secara keseluruhan dan tidak dapat memilih kandidat.
Wacana ini digulirkan pemerintah dengan alasan lebih efisien, menghemat waktu dan biaya.
Kita tahu, sistem pemilu proporsional tertutup sudah dipakai sejak era Orde Lama. Pada era ini, sistem politik menjadi demokrasi terpimpin sehingga memberi porsi kekuasaan besar kepada eksekutif.
Sistem ini juga terus dipakai hingga era Orde Baru, yang menguatkan sistem oligarki kepartaian, sehingga model ini dianggap tidak demokratis bahkan memunculkan hegemoni parpol besar.
Kondisi inilah yang ditentang delapan dari sembilan partai politik (parpol) di DPR. Delapan parpol ini menyatakan sikap menolak pemilihan umum (pemilu) dengan sistem proporsional tertutup.
Kedelapan parpol itu yakni Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Delapan partai tersebut berpendapat sistem pemilu proporsional terbuka yang diterapkan di pemilu Indonesia saat ini merupakan kemajuan demokrasi sehingga tak seharusnya diganti.
"Kami tidak ingin demokrasi mundur!” kata Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu (8/1/2023).
PDI Perjuangan (PDIP) menjadi satu-satunya partai di parlemen yang masih bersikukuh mengusulkan wacana sistem proporsional tertutup atau mencoblos partai politik (parpol) di Pemilu 2024.
Wacana itu pertama kali dilontarkan oleh partai besutan Megawati Soekarnoputri pada Februari 2022 lalu. PDIP menganggap sistem proporsional terbuka atau mencoblos calon anggota legislatif (caleg) yang diterapkan saat ini menelan ongkos Pemilu mahal.
Kalau parpol pada ribut soal sistem Pemilu proporsional tertutup, masyarakat sepertinya gak terpengaruh. Dari obrolan jalanan, malah banyak masyarakat yang belum kefikir soal pemilu.
"Kalau sekarang mah mending mikir ekonomi dulu. Gimana caranya mutarin uang penghasilan biar cukup sebulan, anak dan istri sejahtera," ungkap Agus, warga Kampung Makasar, jakarta Timur.
Amir Warga lainnya nyeletuk, pemilu terserah nanti aja. "Mau terbuka, tertutup, gak ngaruh. Yang penting gak ribet nyoblos pilihannya."
Ya! Masyarakat, rakyat memang gak mau ikut ribet, soal sistem Pemilu proporsional tertutup atau terbuka pada Pemilu nanti.
Kita cuma berharap sistem apapun yang dipilih, parpol sudah mempersiapkan kader-kader kredibel yang bekerja untuk kepentingan rakyat.(*)