Kopi Pagi

Kopi Pagi Harmoko: Kebijakan Membumi

Senin 19 Des 2022, 07:20 WIB

“Kebijakan yang berujung kepada pemanfaatan hasil oleh sekelompok orang, jelas tak sesuai dengan cita-cita. Kebijakan yang membuat sebagian kelompok orang terpinggirkan atau dirugikan, juga tak sejalan dengan amanat negeri.” -Harmoko-

 KITA sering kenal istilah pemimpin yang merakyat, pemimpin yang membumi, pemimpin yang mengakar dan masih banyak lagi istilah lain sebagai pemimpin yang pro-rakyat. Tetapi semuanya itu akan sirna jika karakter yang dimiliki hanya di bibir saja, apalagi sebatas retorika tanpa fakta.

Yang hendak saya katakan adalah para pemimpin kita, elite negeri kita hendaknya tidak perlu risau ataupun galau atas sebuah stigma, meski kadang komentar miring memanaskan telinga. Yang perlu dirisaukan jika kebijakan yang digulirkan semakin menambah beban dan penderitaan rakyat, bukan mengangkat harkat dan martabat.

Sukses seorang pemimpin di level manapun, akan teruji dari kebijakan yang digulirkan berikut dampak yang dapat dirasakan, bukan program yang ditawarkan dan dijanjikan. Apalagi hanya membawa visi dan misi menjulang tinggi, dan terbang tinggi, tetapi sebatas mimpi tanpa realisasi.

Padahal yang dibutuhkan sekarang adalah kebijakan yang membumi, mampu memenuhi aspirasi, tanpa terlebih dahulu dikoreksi. Tanpa perlu rakyat terlebih dahulu mengajukan tuntutan, sudah memberikan apa yang mereka butuhkan.

Bukan memberikan sesuatu yang tidak diharapkan. Bahkan, terkesan memaksakan sesuatu yang jauh dari harapan, seperti belakangan ini acap tercermin dalam kebijakan yang digulirkan, baik di level pusat maupun daerah.

Acap terlihat, kebijakan pusat dan daerah terkesan tidak sinkron. Pusat menekankan pentingnya mengentaskan soal kemiskinan, pengangguran, tetapi ada kebijakan daerah yang berdampak kepada berkurangnya penyerapan tenaga kerja, malah menambah angka pengangguran karena kebijakan memangkas jumlah tenaga kerja.

Ini satu indikasi kebijakan yang tidak membumi. Saat ini, sedikit mungkin menghindari kebijakan yang akan mempersempit lapangan kerja, menambah angka pengangguran dan kemiskinan. Kebijakan yang akan mengurangi jam kerja, menurunkan pendapatan rakyat pada sektor-sektor tertentu.

Ingat ekonomi belum pulih, beragam ancaman krisis di depan mata, hendaknya menunda kebijakan yang sekiranya dapat mengancam terpuruknya perekonomian nasional, utamanya menutup peluang pengembangan kearifan lokal.

Kebijakan disebut membumi, jika sesuai dengan kehendak rakyat, selaras dengan kebutuhan rakyat saat ini dan mendatang, lebih-lebih menyongsong pergantian tahun, yang lazimnya terdapat kenaikan harga kebutuhan pokok.

Kita tentu tak ingin, suhu politik  yang kian memanas, akan semakin memanas akibat kebijakan yang tidak sinkron, kebijakan yang tidak membumi.

Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kebijakan membumi, jika sejalan dengan amanat undang – undang. Senada dengan cita-cita rakyat, bangsa, sejak negeri ini didirikan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kebijakan yang berujung kepada pemanfaatan hasil oleh sekelompok orang, jelas tak sesuai dengan cita-cita. Kebijakan yang membuat sebagian kelompok orang terpinggirkan atau dirugikan, juga tak sejalan dengan amanat negeri. Lebih-lebih kebijakan yang hanya diciptakan untuk menguntungkan keluarganya, kelompoknya, dan relasinya, jelas bertentangan dengan tujuan nasional.

Kita tentu wajib mengapresiasi kebijakan yang yang sangat bermanfaat dalam rangka mendongkrak taraf hidup rakyat, melindungi produk lokal.

Di tengah situasi yang kian memanas, hendaknya para elite menahan diri untuk tidak melontarkan pendapat yang menjadikan kuping kian memanas.

Di tengah pencitraan yang kian masif, hendaknya para elite tidak tergelitik melontarkan intrik yang berujung kepada munculnya beragam konflik.

Rujukannya filosofi: ajining diri saka pucuke lathi, ajining raga saka busana, harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan kemampuan menempatkan diri sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Ini mengajarkan kepada kita agar senantiasa menjaga lisan, ucapan. Para elite negeri perlu ekstra hati-hati dalam berbicara, memberi pernyataan dan komentar.

Begitu juga dalam menggunakan kemampuannya, kekuasaannya, dan kewenangan yang melekat pada dirinya. 

Ibarat sebuah pohon, makin tinggi akan semakin kencang terkena terjangan angin. Kian berat memikul beban karenanya lebih rentan tumbang, jika akarnya tidak semakin membumi. Itulah perlunya kebijakan membumi. (Azisoko)

Tags:
Kopi pagi HarmokoCita-citaNasionalperekonomian

Administrator

Reporter

Administrator

Editor