Terima Gelar Doktor Honoris Causa ISI, Garin Nugroho Soroti Peran Seni Kebudayaan Sebuah Bangsa

Selasa 06 Des 2022, 17:00 WIB
Sutradara senior sekaligus seniman, Garin Nugroho saat menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perfilman dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (6/12/2022). (ist)

Sutradara senior sekaligus seniman, Garin Nugroho saat menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perfilman dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (6/12/2022). (ist)

SURAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sutradara senior sekaligus seniman, Garin Nugroho menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) di bidang perfilman dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (6/12/2022). 

Disaksikan beberapa kalangan artis seperti Reza Rahadian, Nicholas Saputra dan Widi Mulia, Garin Nugroho sutradara yang dikenal pertama kali dalam filmnya berjudul Cinta di Dalam Sepotong Roti di tahun 1990 ini menyampaikan beberapa catatan tentang pentingnya pera seni dan kebudayaan dalam perkembangan sebuah bangsa.

Menurut Garin Nugroho peran seni harus dibaca dalam kontek kebudayaan secara mikro dan makro sebagai bagian penting cara bertindak berpikir serta bereaksi sebuah bangsa.            

"Seni dan kebudayaan adalah sebuah oase ruang sumber peradaban sebagai ekosistem yang tidak bisa ditumbuhkan dari satu sisi seperti ekonomi atau politik saja," ungkap Garin Nugroho.  

Pasalnya peran seni dan kebudayaan memiliki esensi demokrasi karena membawa ilmu estetis yang penuh relatifitas pembongkaran hingga inteprestasi yang menjadi dasar demokrasi. 

Ia menambahkan sudah saatnya hal-hal yang kecil dari kemanusiaan. peran seni disosialisasikan sebagai bagian dari hak-hak sipil. Yakni hak politik termasuk berpendapat, hak sosila budaya dan hak ekonomi. 

"Hak sipil dan seni ada di seluruh pilar. Dari hak-hak sipil ini sering kali kita tidak meletakkan seni ini tapi haya meletakkan sebagai menivestasi benda yang sering dikecilkan," tegas Garin. 

Pasalnya masih menurut Garin Nugroho, kemajuan peradaban atau berbangsa tidak diukur dalam aspek nilai-nilai nominal baik peran ekopnomi atau peran poltik saja. 

"Tadi saya katakan bila hanya aspek nominal, Eropa tidak punya gedung-gedung herritage tapi hanya mal saja. Namun juga nilai intriksi justru menjadi dasar masyarakat sipil yang demokratis, kritis dan produktif," imbuh pria kelahiran Yogyakarta ini. 

Karenanya strategi budaya sebagai kerja perancangan dan implementasi filosofi dan konsep selayaknya dihidupkan ke berbagai wilayah budaya. Mulai dari individu, komunitas hingga instansi maupun pemerintahan untuk dijadikan  peta besar gerakan peradaban bangsa ke depan. 

"Kemajuan bangsa selalu mengalami kehilangan untuk menjadi masa emas karena pertimbangan-pertimbangan hanya pada fokus ekonomi dan politik sehingga kehilangan ekosistem yamg mendasari," tambahnya. 

Ia pun mencontohkan kondisi hutan yang ada saat ini. Di tahun 1995 saat dirinya ke Taman Nasional Wasur di Papua banyak kijang dan rusa di taman-taman kota.

Namun sekarang untuk melihat rusa dan kijang dibutuhkan waktu 3 jam hingga dua jam. Bahkan untuk melihat Kanguru harus menempuh waktu 6 jam masuk ke hutan.

"Karena apa? karena kita semua tidak melihat semua ekosistem ketika hutan-hutan ditanami satu tanaman maka tidak ada lagi fauna-fauna yang bisa hidup bersama. Lalu kalau hutan ditanami berbagai tanama meskipun ada ekonominya bisakah mengganti seluruh flora dan fauna yang hilang? Bisakah itu mengganti? Ini terjadi karena sesungguhnya kita tidak berpikir kemajuan sebuah bangsa merupakan suatu ekosistem," ketus Garin.

Karenanya Garin pun berharap era sekarang yang disebutnya sebagai era 4.0 dan 5.0 mejadi momentum membaca peta model-model strategi-strategi budaya. 

"Seluruh kerja strategi budaya mengacu pada model kerja kesatuan ekosistem kebudayaan dengan warisan budaya dan alternatif yang tumbuh dinamis dan bercermin pada peradaban." 

Kemudian terkait kemajuan kebudayaan yang tertera dalam Undang-Undang (UU) selayaknya dilakukan dalam stretagi budaya. 

Selanjutya dikelola oleh model-model budaya yang sudah tumbuh. Baik individu maupun komunitas atau pemerintah yang mencoba menfasilitasi pertumbuhan- pertumbuhan tersebut dalam model yang lebih luas agar terjangkau terakses.

"Selayaknya saat ini menjadi era strategi budaya guna menumbuhkan generasi baru yang kritis produktif dan tentu saja demokrastis denga menjadikan kebudayaan dan strategi budaya sebagai koase menuju masyarakat sipil yang demokrastis," pungkasnya. 

Selain para artis, hadir dalam penganugerahan gelar untuk Dr.(H.C.) Garin Nugroho Riyanto, S.H, Stafsus Presiden RI, Sukardi Rinakit dan Dirut Poskota Group, Azisoko Harmoko.

News Update