IRAN, POSKOTA.CO.ID - Rumah leluhur pendiri Republik Islam Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini dibakar demonstran.
Laporan kejadian di bagian barat Iran ini beredar luas di media sosial pada hari Jumat (18/11/2022).
Video-video yang dipasang di media sosial menunjukkan kondisi rumah di kota Khomein yang terbakar. Sementara kerumunan orang bersorak-sorai.
Kota Khomein terletak di Provinsi Markazi, Iran bagian barat, tempat mendiang Ayatollah Khomeini lahir.
Media semi resmi yang dikelola negara dan berafiliasi dengan Pasukan Garda Revolusi Iran, Tasnim, membantah laporan tersebut. Mereka melaporkan rumah, yang telah diubah menjadi museum tersebut, masih terbuka.
Namun Reuters dan AFP memverifikasi keaslian video tersebut meskipun tidak dapat menentukan tanggal video itu diambil. Juga tidak jelas seberapa parah kerusakan rumah akibat kebakaran itu.
Wartawan dan penulis David Patrikarakos yang menulis buku tentang ambisi nuklir Iran, mencuit ulang foto-foto dari tempat kejadian, dan menulis kebakaran tersebut merupakan serangan yang menantang esensi republik itu sendiri.
Rumah tersebut adalah tempat kelahiran Ayatollah Ruhollah Khomeini. Nama belakang mantan pemimpin ini diambil dari kota Khomein di mana dia dilahirkan.
Khomeini pada tahun 1970-an tinggal di pengasingan di Paris.
Dia sebagai ulama dikenal sebagai pengkritik keras pemimpin Iran Mohammad Reza Pahlavi yang didukung Amerika Serikat saat itu.
Khomeini kembali ke Iran pada 1979 untuk memimpin revolusi Islam di negara itu.
Banyak foto dan penggambaran Khomeini lainnya dirusak atau dihancurkan massa dalam demonstrasi di Iran.
Demonstrasi yang meluas di seluruh Iran usai kematian Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun, pada 16 September lalu.
Mahsa Amini meninggal di rumah sakit tiga hari setelah dia ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar.
Penguasa Iran telah sejak lama mewajibkan perempuan menutup rambut mereka di depan umum sesuai dengan aturan berpakaian yang keras.
Demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini dengan cepat bergulir menjadi aksi kekerasan dan seruan memperjuangkan kebebasan dan perubahan kepemimpinan. ***