Patut diapresiasi wacana memunculkan berapa idealnya jumlah paslon capres - cawapres 2024. Sejumlah elite parpol, king maker politik menghendaki capres lebih dari 2 paslon, di sisi lain ada yang tetap berkehendak hanya dua paslon, tentu dengan segala argumentasinya.
Satu hal yang menarik dicermati, baik yang ingin dua atau lebih dari 2 paslon, semuanya beralasan demi kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Saya tidak akan terjebak kepada pertanyaan “ Rakyat yang mana”, tetapi yang hendak disampaikan, jika sepakat demi kepentingan bangsa dan negara berarti mewujudkan komitmen nasionalnya, kebangsaannya yang berlandaskan kepada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Jika sudah demikian, maka kepentingan kelompok elite politik dan kekuasaan, serta parpol harus berada di urutan paling buncit. Mengekor kepada kepentingan nasionalnya.
Komitmen semacam ini bukan sebatas retorika dan euforia penuh fatamorgana, bukan pula rajin diucapkan tanpa kenyataan.
Stop upaya dan beragam rekayasa yang mengarah kepada pembohongan publik dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat, bangsa dan negara, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom ‘Kopi Pagi” di media ini.
Bilangnya untuk kepentingan rakyat, tetapi kerabat yang menjadi penikmat. Ingat, suatu negara tidak dapat berdiri tegak dan mencapai cita-cita luhurnya serta harapan rakyatnya, tanpa menjalankan komitmen nasionalnya secara konsisten.
Menjelang gelaran pilpres, perlu dibangun konsensus nasional guna mengurai kebekuan komunikasi politik antar-parpol, di antaranya penentuan capres mendatang.
Bukan hanya soal jumlah paslon ideal, tetapi lebih kepada kebutuhan mendasar rakyat sekarang ini dan kelegowoan akan perbaikan sistem tata negara mendatang yang lebih berlandaskan Pancasila untuk membangun pemerataan dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukannya menindas dan membebani rakyat kecil.
Kita tentu tidak ingin mencuat konflik sosial, jika sejak awal di antara elite parpol tidak meneladani membangun komitmen nasionalnya, tetapi lebih kepada komitmen parpolnya demi meraih dominasi kekuasaan.
Di negara manapun konflik sosial terjadi karena tidak adanya solidaritas sosial, mulai dari tingkat lokal hingga nasional. Pitutur luhur pun mengajarkan “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah” – Kerukunan, guyub rukun, terbangunnya solidaritas, akan membawa negara semakin kuat dan hebat. Sementara, perpecahan, konflik sosial akan membawa perpecahan dan kehancuran.
Itu pula mengapa sebabnya konsensus nasional dari para elite menyongsong pilpres, kian dibutuhkan, guna semakin memantapkan komitmen kebangsaannya. (Azisoko)