JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pakar ekonomi Bhima Yudhistira menjelaskan, untuk mengurangi ketergantungan LPG 3 kilogram (kg) dengan kompor listrik butuh konsistensi, karena diperkirakan butuh waktu lama adaptasi dan persiapan di tingkat masyarakat.
"Pertama, daya listrik yang dibutuhkan untuk kompor listrik relatif besar sementara kelompok 450 va adalah golongan pemakai LPG subsidi terbanyak sehingga kurang cocok menggunakan kompor listrik untuk memasak harian. Kalau dinaikan daya listriknya maka beban tagihan listrik akan naik dan merugikan orang miskin," ujar Bhima kepada Poskota, Kamis, (22/9/2022).
Kedua, biaya transisi ke kompor listrik relatif jadi beban baru. Pasalnya, tidak semua kompor listrik bisa diberi gratis plus alat masak khusus. Menurut Bhima, jika orang miskin disuruh beli kompor listrik sendiri sepertinya hanya menambah beban di tengah naiknya biaya hidup akibat inflasi.
Ketiga, pemerintah ingin kurangi ketergantungan bahan bakar fosil, tapi di hulu pembangkit listrik masih dominan batubara dan BBM. Jadi hal tersebut sama saja konsumsi listrik naik maka PLTU yang butuh batubara semakin tinggi.
"Beban hanya pindah dari penghematan di hilir jadi kenaikan pembelian batubara dan BBM impor di hulu pembangkit. Keempat, Budaya masyarakat menggunakan kompor listrik sepertinya butuh waktu lebih lama untuk dirubah," tambah Bhima, yang juga Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) itu.
"Jangankan orang miskin, kelompok menengah atas sbenarnya sudah lama mengenal kompor listrik. Tapi mereka nyaman pakai LPG karena proses memasak lebih cepat. Khawatir uji coba dari penggunaan kompor listrik akan kembali lagi pakai kompor lpg karena memasak lebih cepat," sambung Bhima.
Tidak hanya itu, infrastruktur listrik di kantong-kantong kemiskinan meskipun rasio elektrifikasi nya tinggi, tapi masih terdapat keluhan pemadaman di jam tertentu.
"Ini perlu dijamin stabilitas aliran listrik, karena jika terjadi pemadaman, maka aktivitas rumah tangga /penggunaan kompor listrik bisa terganggu. Dalam kondisi tertentu kelompok rumah tangga miskin terpaksa mengeluarkan uang untuk membeli genset sebagai cadangan tenaga listrik," kata Bhima. (Wanto)