ADVERTISEMENT

Harga Minyak Dunia Anjlok, Pemerintah Harusnya Turunkan Harga BBM Bersubsidi

Jumat, 9 September 2022 15:54 WIB

Share
Ilustrasi. (foto: ist)
Ilustrasi. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Turunnya harga minyak dunia menurut Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

"Pemerintah masih punya kesempatan meninjau ulang kebijakan kenaikan harga BBM subsidi. Idealnya harga BBM bisa turun dalam waktu dekat," ujar Bhima kepada Poskota, Jumat, 9 September 2022.

Menurut Bhima, merosotnya harga minyak mentah dunia bisa menjadi rujukan bagi pemerintah untuk menurunkan harga BBM. Pasalnya, jika hal tersebut terjadi maka beban subsidi energi yang dikeluarkan oleh pemerintah otomatis berkurang.

"Bisa, karena secara alamiah ketika harga minyak mentah sebagai rujukan harga BBM didalam negeri menurun maka beban subsidi energi juga ikut turun,"tambah Bhima.

Lebih lanjut Bhima menjelaskan, jika pemerintah ingin melakukan pembatasan, maka pembatasan tersebut harus dilakukan secara proporsional ketimbang menaikan harga BBM karena dapat menyengsarakan rakyat.

"Kalau memang ingin pembatasan, ya lakukan pembatasan dengan proporsional dibanding mekansime naik turun harga BBM, karena imbasnya kenaikan harga itu luas sekali ke semua sektor termasuk pangan,"imbuh Bhima.

Dilain pihak, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan secara umum kebijakan pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk mendaftar di aplikasi MyPertamina akan menimbulkan kerancuan pada tataran operasional, karena ada satu barang yang sama, kualitasnya sama, tetapi harganya berbeda-beda. 

"Sudah pasti nantinya akan menimbulkan berbagai anomali, distorsi bahkan moral hazard," ujar Tulus.

Dari sisi daya beli, kebijakan pembatasan BBM juga akan memukul daya beli konsumen, khususnya pengguna roda empat pribadi, yang selama ini menggunakan BBM pertalite. 

Menurut Tulus, secara politis, kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ambigu. Di satu sisi pemerintah tidak mau menggunakan terminologi kenaikan harga, tetapi praktiknya terjadi kenaikan harga, malah jauh lebih tinggi.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT