ADVERTISEMENT

Tradisi Politik Dinasti

Kamis, 1 September 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Cita-cita demokrasi dengan terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and  good governance), akan jauh dari harapan.

Menutup peluang orang berkompeten, kader handal dan berkualitas  menjadi pemimpin karena bukan keluarga, sebaliknya kader instan, tidak kompeten duduk di singgasana karena faktor keluarga. Ini berujung kepada proses pengambilan keputusan dan kebijakan tidak didasarkan kepentingan publik, tetapi dirumuskan oleh aktor – aktor dinasti yang berkuasa.

Politik dinasti semakin menjadi tradisi dan terlegalisasi, selain karena tak adanya larangan konstitusi, juga lemahnya pelembagaan partai. Kaderisasi menjadi lemah sehingga brand keluarga lebih penting ketimbang partai seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Dampak politik dinasti, menjadikan rekrutmen partai lebih didasarkan kepada popularitas dan kekayaan caleg untuk meraih kemenangan, mendukung kekuasaan dinasti, bukan mewujudkan cita –cita negeri, menciptakan kesejahteraan rakyat.
Meski sulit dihindari, setidaknya peluang politik dinasti dapat dieliminir dengan meningkatkan fungsi ideal parpol melalui kaderisasi dengan asas meritokrasi, bukan tunduk oleh hubungan kekeluargaan.

Parpol sebagai produsen pejabat publik harus lebih adil. Bukan sekadar melirik calon pejabat karena popularitas, kekerabatan dan finansial. Tetapi, karena kapasitas, kapabilitas dan integritas.

Bukan memilih orang yang merasa bisa, tetapi nyatanya tidak bisa apa- apa. Pepatah mengajarkan “Aja rumangsa bisa, nanging bisa rumangsa” – ketika menjadi kader, calon pemimpin jangan merasa jumawa, serba bisa, tetapi bisa merasakan. Sadar diri memiliki keterbatasan. Low profile – rendah hati.

Politik sejatinya adalah kekuasaan. Ketika kekuasaan digunakan untuk sebesar –besarnya kemakmuran rakyat, politik apapun, termasuk dinasti tidak masalah. Tetapi siapa dapat menjamin politik dinasti akan jauh dari kekuasaan bercorak oligarkis. Akankah politik dinasti tidak menggunakan kekuasaan sebagai instrumen kepentingan keluarga dan kerabatnya. Mari kita renungkan. (Azisoko)

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT