JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Rekonstruksi atau reka ulang kasus penembakan terhadap Brigadir J yang didalangi Ferdy Sambo terus menuai kontroversi.
Sudut pandang berbeda disampaikan bekas pengacara Bharada E, Deolipa Yumara.
Menurutnya, versi penembakan berbeda itu wajar-wajar aja.
"Kalau di BAP saya sih Eliezer atau Bharada E disuruh menembak. Orangnya masih hidup. Posisi Yoshua masih berlutut. Karena ada perintah tembak, maka ditembak lah. Dor...dor...dor...ada 4 - 5 kali," papar Deolipa.
Artinya, lanjut Deolipa, saat mau ditembak, Yoshua masih hidup. Dengan rekonstruksi kemarin yang dilakukan Bharada E, itu sama.
Soal adanya perbedaan ini, Deolipa mengungkapkan adanya mis kordinasi antara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan jajaran di bawahannya.
"Kapolri mungkin kecepatan itu informasinya dari Dirtipidum. Makanya kadang-kadang kordinasi antara Kapolri, Kabareskrim dan Dirtipidum ini kadang-kadang nggak nyambung," paparnya.
Ketika disinggung kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir J, Johnson Panjaitan bahwa apakah sudah biasa kordinasi antara Kapolri dan jajarannya, Deolipa mengatakan benar.
"Betul biasa terjadi," ujarnya.
Deolipa mencontohkan hubungan Kapolri dan jajaran di bawahnya dengan ilmu persepsi, ilmu komunikasi.
"Kalau di SD kita belajar ilmu komunikasi dengan cara berbaris. Mulai dari depan disampaikan A B C D, sampai yang terakhir tidak nyambung. Makanya Kapolri ini dengan Kabareskrim berantem kok. Bukannya nggak tahu, saya tahu mereka nggak cocok. Karena nggak cocok saya dipecat, kan gitu. Kalau cocok kan saya nggak dipecat," ujarnya.
Menurut Deolipa, Kapolri juga tidak cocok dengan Dirtipidum Brigjen Andi Rian Djajadi. Karena semua pada capek bekerja.
"Kapolri, Kabareskrim, Dirtipidum nggak tidur-tidur. Emang tidur mereka? Paling satu jam dua jam, saya kan orang dalam, tahu," ujarnya.
Terkait pertanyaan Johnson apakah ada tidak efektif, manipulatif atau pembangkangan sipil, Deolipa mengatakan bermacam-macam.
"Karena tidak efektif tadi, terjadi degradasi kepemimpinan oleh pembangkangan. Pembangkangan oleh Kabareskrim. Saya tahu juga. Sejak dua tahun lalu, Kapolri dan Wakapolri ini kerja sendirian," ujarnya.
Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, menurut Deolipa, juga bekerja sendirian. Karena kepentingannya berbeda.
"Satu ngejar jabatan ke atas. Satu lagi paling bawah pengen nyodok, siapa tau Kapolri ganti. Makanya ada karangan bunga. Tiba-tiba di Mabes Polri berhasil aja, ada karangan bunga segede bagong tuh buat Kabareskrim, harapannya Kapolri diganti," papar Deolipa.
Deolipa menegaskan bahwa ini masalah institusi. Soal Perkara, lanjut Deolipa banyak.
"Tapi yang ini (kasus Pembunuhan Berencana Ferdy Sambo) berpengaruh sangat signifikan bagi masyarakat Indonesia," tutupnya.