“KALAU boleh jujur Bro, lo mau berapa calon dalam pilpres mendatang?” tanya Yudi kepada sohibnya, mas Bro dan Heri ketika maksi di warteg langganan.
“Kalau aku sih maunya tiga pasangan calon presiden - cawapres biar ada alternatif,” jawab mas Bro.
“Kalau lo gimana Her,” tanya Yudi.
“Saya setuju sedikitnya tiga calon biar banyak pilihan,” jawab Heri.
“Kalau ibu Ayu gimana?” tanya Yudi kepada Ayu Bahari, pemilik warteg.
“Kalau aku ikut suami saja. Yang terbaik bagi suami, tentu akan terbaik juga bagiku,” jawab Ayu.
“Kompak dan romantis,” canda Heri.
“Lah iya dong mas, jadi pasangan harus romantis. Percuma banyak pasangan tetapi tidak sehati, hanya sebagai pelengkap penderita. Apalagi pasangan yang dipaksakan,” jawab Ayu.
“Betul juga. Pasangan yang dipaksakan hasilnya tak semulus diharapkan.Tetapi kita berharap paslon yang tampil semuanya berkualitas. Tak hanya kompak dan sehati, juga mumpuni dalam segala hal,” kata Heri.
“Tapi bukankah yang menentukan sedikit banyaknya paslon adalah parpol.Kalau parpol hanya mengusung dua pasangan gimana?” tanya mas Bro.
“Kita berharap parpol mendengar aspirasi yang menghendaki pasangan lebih dari dua,” ujar Yudi.
“Aku setuju sudah dua kali pilpres hanya menampilkan dua pasangan. Kali ini harus ada perubahan untuk mencegah menguatnya dua kubu yang saling berhadapan,” kata mas Bro.
Seperti sering diberitakan, dengan mengusung dua pasangan calon berpotensi memecah belah bangsa. Dampak dua kali pilpres yang hanya menampilkan dua paslon, sudah dirasakan. Terjadi kubu pro dan kontra , masyarakat hingga di akar rumput seolah terbelah dalam dua kekuatan. Dengan lebih dari paslon, diharapkan mencegah menguatnya polarisasi. (jokles)