Rudi Samin pemilik lahan menunjukan lokasi penimbunan karung beras bantuan BUMN, yang dikubur di lahan miliknya yang sempat disewa perusahaan PT JNE sebagai lahan parkir. (Foto: Angga)

Opini

Sembako Bantuan Presiden Mengapa Ditimbun?

Selasa 02 Agu 2022, 06:03 WIB

Oleh: Kang Tatang (Wartawan Poskota)

DIAWALI munculnya berita di media sosial mengenai bantuan sembako dari presiden yang tidak didistribusikan, tetapi malah ditimbun, langsung menjadi sorotan berbagai pihak. Jumlahnya bukan satu dua karung, melainkan satu kontainer.

Lokasi penimbunan di Lapangan KSU, Tirtajaya, Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat. Sembako berupa beras, gula, minyak goreng, dan terigu itu ditimbun di kedalaman 3 meter dan sudah berbau.

Menurut data, setiap kantong sembako itu berharga Rp 300 ribu. Kalau satu kontainer itu berisi  1000 kantong maka kalau diuangkan menjadi Rp 300 juta. Kalau yang ditimbun 10.000 kantong maka kalau diuangkan bisa mencapai Rp 3 miliar.

Pertanyaannya, mengapa barang yang seharusnya dikirim perusahaan ekspedisi JNE ini tidak sampai ke NTT? Artinya bantuan presiden yang nilainya miliaran rupiah itu tidak didistribusikan oleh perusahaan ekspedisi itu? Pertanyaanya lagi, apakah Kemensos yang memilih JNE sebagai perusahaan yang mendistribusikan sembako itu belum membayar ongkos kirimnya?

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kini muncul di masyarakat. Lalu mengapa terjadi seperti itu? Siapa yang bertanggungjawab atas kejadian ini?

Yang membuat kita prihatin, kalau sembako itu jumlahnya 10.000 kantong, maka ada 10.000 orang yang seharusnya menerima bantuan yang kemudian terabaikan. Padahal, kita sering membaca berita bahwa masih ribuan warga khususnya di NTT dan umumnya di pesolok Indonesia yang berharap dapat bantuan sembako dari presiden. 

Tidak terbayang juga bagaimana perasaan Presiden Jokowi mendengar bantuan dari dia tidak terdistribusikan dengan baik ke masyarakat? Presiden yang nota bene serius memperhatikan masyarakatnya yang sedang "kelaparan" karena pandemi justeru bukan menerima kabar gembira melainkan sebaliknya.

Bolehlah beralasan kalau paket sembako tersebut ditimbun karena rusak. Lalu bisa juga ada alasan lain bahwa paket sembako yang ditimbun karena alasan rusak itu hanya sekian persennya dari keseluruhan bantuan, sehingga tidak begitu berpengaruh pada penerima bantuan. 

Yang patut dipertanyakan adalah mengapa paket itu rusak? Artinya ada yang salah dalam pengelolaanya. Bisa jadi karena tidak benar-benar diperhitungkan antara waktu pengisian sembako dengan pengiriman ke tempat tujuan. Atau bisa juga bahwa barangnya memang sudah rusak, kemudian skenarionya harus ditimbun.

Jika itu yang terjadi, berarti ada yang bermain dalam pusaran bantuan presiden ini. Siapa yang bermain?

Diamnya JNE sebagai perusahaan yang dipercaya mengirimkan barang itu juga patut dipertanyakan. 

Head of Media Relation Departement JNE, Kurnia Nugraha, menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan penimbunan sembako, sehingga JNE tidak merasa melakukan pelanggaran.

JNE sebagai perusahaan ekspedisi mungkin benar tidak bersalah. Tetapi dari kronologi bisa disimpulkan bahwa ada baru "permainan" dalam kasus ini. Kita berharap kepolisian bisa mengungkap siapa yang bermain dan siapa yang harus bertanggungjawab terhadap penimbunan sembako tersebut. Kalau alasan barangnya rusak, kenapa tidak dipublikasikan bahwa ada sekian ribu kantong sembako yang rusak sehingga terpaksa ditimbun, dan tentu saja sudah diganti dengan yang baru.

Penimbunan sembako ini menunjukan ada yang ditutup-tutupi. Siapa yang salah dan siapa harus diusut. 

Kejadian penimbunan ini boleh jadi tidak hanya di Depok, mungkin di daerah lain juga terjadi. Kalau demikian adanya pantas saja banyak warga yang seharusnya menerima bantuan tetapi justeru malah gigit jari. ***

Tags:
sembakobantuan dari Presidenbantuan presidenberasTeriguTirtajayasukmajayaKota Depok. Ditimbun

Administrator

Reporter

Administrator

Editor