SINGAPURA, POSKOTA.CO.ID - Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mendapat tuntutan pidana atas perannya dalam perang saudara selama puluhan tahun di negara pulau itu.
Tuntutan tersebut diajukan kepada jaksa agung Singapura, Sabtu (23/7/2022) oleh International Truth and Justice Project (ITJP), guna mendesak penangkapannya.
Mengutip dari Aljazeera, pengaduan setebal 63 halaman itu menjelaskan Rajapaksa melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa selama hari-hari terakhir perang saudara selama 25 tahun, saat dia menjabat sebagai kepala pejabat pertahanan negara itu.
Untuk diketahui, Sri Lanka mengakhiri perang saudara antara pemberontak separatis dari etnis minoritas Tamil dan pasukan pemerintah pada 2009.
Kelompok hak asasi, yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran di Sri Lanka itu, menuduh kedua belah pihak melakukan pelanggaran selama perang.
ITJP berpendapat bahwa berdasarkan yurisdiksi universal, dugaan pelanggaran dapat dituntut di Singapura, di mana mantan pemimpin berusia 73 tahun itu melarikan diri, setelah berbulan-bulan kerusuhan atas krisis ekonomi terburuk negaranya.
Rajapaksa mengajukan pengunduran dirinya dari Singapura, sehari setelah melarikan diri pada 13 Juli 2022, ketika pengunjuk rasa anti-pemerintah menyerbu kantor dan kediaman resmi presiden dan perdana menteri.
Direktur eksekutif ITJP Yasmin Sooka mengonfirmasi pengajuan pengaduan dalam wawancara telepon dengan Al Jazeera pada Minggu (24/7/2022).
“Kami meyakini dia memiliki kasus untuk dijawab. Pengaduan hukum menyatakan bahwa Gotabaya Rajapaksa melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa dan pelanggaran hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional selama perang saudara di Sri Lanka,” tutur Yasmin Sooka.
Lebih lanjut dia menguraikan, pelanggaran hukum tersebut meliputi pembunuhan, eksekusi, penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, pemerkosaan.
Itu termasuk bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, seperti perampasan kebebasan, penderitaan fisik dan mental yang parah, dan kelaparan.
Gotabaya pada September 2008 memerintahkan penarikan segera Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan badan-badan bantuan dari zona perang.