"Saya disuruh tanda tangan dulu, baru nantinya boleh dibuka. Saya tolak, karena itu sama dengan membeli kucing dalam karung. Nanti kalau terjadi masalah dan saya sudah tanda tangan, malah saya dipermasalahkan," jelasnya.
Keluarga akhirnya diperbolehkan membuka peti jenazah, dengan catatan hanya orangtua, saudara kandung, dan bibi yang boleh melihat.
"Dibukanya itu sedikit sekali. Tapi ibunya (syok) berteriak-teriak dia, karena melihat banyak sekali luka di bagian tubuh dan wajah," tutur Samuel.
"Banyak sekali luka. Kami jadi tidak tega melihatnya. Itu juga yang kami pertanyakan, kenapa bisa banyak sekali luka," tambahnya.
Atas temuan sejumlah luka itu, keluarga mengaku tidak terima bila Brigadir J disebut meninggal karena baku tembak.
"Tentu kita tidak terima ya, karena disebut mati karena peluru. Tapi di tubuh dia (Brigadir J), ditemukan luka sayatan, pukulan benda tumpul, dan rahangnya bergeser," tambah bibi Brigadir J, Roslin Simanjuntak.
Untuk mengungkap kejanggalan, keluarga setuju dengan rencana visum dan otopsi ulang terhadap jasad Brigadir J.
"Kalau visum dan otopsi ulang kita setuju dan sudah serahkan keputusannya pada pengacara," ujar Roslin.
Menurutnya, visum dan otopsi ulang bisa membuat kasus ini semakin terang dan transparan.
"Untuk membuktikan kalau memang Yosua mati ditembak, maka perlu otopsi dan visum ulang," pungkas Roslin.
(*)