Kopi Pagi

Tahun Politik Penuh Gelitik

Senin 13 Jun 2022, 07:04 WIB

Menghargai perbedaan, menghargai pula aspirasi dan dukungan, tetapi tidak untuk saling bergesekan dan berbenturan apalagi mengarah kepada perpecahan dan permusuhan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa -Harmoko-

PEMILU serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif baik di pusat maupun di daerah serta pemilihan kepala daerah baru akan digelar tahun 2024. Tetapi aroma tahun politik sudah dirasakan sejak tahun lalu, bahkan kini semakin menyengat menyusul kian menguatnya pencitraan dan menggeliatnya manuver politik dari beragam kalangan.

Pencitraan dan manuver politik adalah sah-sah saja sebagai bagian dari strategi mencapai tujuan, tetapi menjadi menggelitik, jika diwarnai penuh intrik yang dapat mengundang kegaduhan.

Segala isu dikemas sebagai upaya menjatuhkan lawan, sementara semua cara ditempuh menebar pencitraan. Tak jarang acara resmi, perhelatan bisnis, olahraga dan sosial kemasyarakatan diselipi propaganda dan dukungan. Ada pernyataan yang terucap secara terus terang, ada tersamar ataupun tersembunyi, seolah malu diketahui. Begitu pun pihak yang mendapatkan dukungan terkesan menolak. Jika tidak disebut malu, tapi sejatinya mau.

Itulah warna-warni dinamika politik yang kian menggelitik di tahun politik yang berujung kepada semakin menguatnya sikap politik publik dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Dalam artian, setiap kebijakan akan dikaitkan karena adanya tujuan dan kepentingan politik tertentu, bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Sebut saja, isu reshuffle ada yang mengaitkannya dengan perpanjangan masa jabatan, tiga periode dan sebagainya. Reaksi pun bermunculan, setidaknya berharap kalaupun terdapat reshuffle untuk memperkuat kinerja pemerintahan, dengan mengganti posisi tokoh-tokoh yang selama ini sibuk dengan agenda tiga periode. Bukan sebaliknya memperkuat posisi memuluskan wacana perpanjangan.

Reaksi semacam ini mencuat mengingat masih terdapat gelagat adanya isu-isu perpanjangan dan tiga periode yang terus digulirkan dalam sejumlah event penting yang dihadiri Jokowi. Baik melalui pernyataan “lanjutkan” maupun simbol kaos dan sebagainya.

Tak kurang, Presiden Jokowi pun mengingatkan agar hati-hati dengan kata-kata “lanjutkan.. lanjutkan”. Ingat saat ini merupakan tahun politik.

Pernyataan elite parpol dan pemerintahan tentang “taat konstitusi” tak henti disampaikan, tetapi fakta berbicara pernyataan yang memberi makna perpanjangan jabatan ataupun 3 periode masih berseliweran baik di dunia maya maupun alam nyata. Menggelitik, wacana ini kadang masih muncul dari elemen pemerintahan yang se mestinya taat asas dan taat norma.

Tak berlebihan sekiranya kita diminta untuk bicara baik di tahun politik sebagai upaya membangun keharmonisan dan kebersamaan, bukan sebaliknya menebar kegaduhan dan kebencian.

Meski gelaran pemilu masih 20 bulan lagi, tetapi menjaga stabilitas keamanan dan mengatasi isu yang meresahkan sangat dibutuhkan. Mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu 14 Februari 2024 menjadi yang utama dan harus disiapkan solusinya. Bukan malah menjadikan lemah, membuat resah dan gelisah.

Mari di awal tahun politik ini selalu berprasangka baik dan berbuat baik.

Berupaya menanam dan menyebarkan kebaikan saja, jangan yang lainnya. Karena hanya kebaikanlah yang bisa memperbaiki berbagai masalah bangsa kita saat ini. Berikan kesempatan orang-orang baik berkiprah di dunia politik, agar orang-orang yang tidak baik tersingkir seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Kita sudah lelah dengan ketidak baikan. Prasangka buruk dan jahat, mendengar dan membaca berita buruk dan berita palsu, di media sosial, khususnya yang meresahkan semua. Hanya kebaikanlah yang bisa menyudahinya. Kebaikan hati merupakan sifat Ilahi. Kalaupun ada sedikit letupan di sana sini, itu hanya bagian dari bunga -bunga demokrasi.

Semua agama besar yang dianut umatnya di negeri Pancasila, sebagai ideologi yang mempersatukan kita, mengajarkan kebaikan. Berbuat kebaikan. Saling menghargai, menghormati. Menghargai perbedaan, menghargai pula aspirasi dan dukungan, tetapi tidak untuk saling bergesekan dan berbenturan, apalagi mengarah kepada perpecahan dan permusuhan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Tidak berbicara jahat, tidak menyakiti, merawat iri dan dengki, mengendalikan diri dari segala situasi, tidak serakah, dan terus berupaya meluruskan dan meluhurkan pikiran, itulah ajaran kebaikan sebagaimana nilai-nilai luhur falsafah bangsa kita, Pancasila.

Marilah “Ambeg utomo lan andhap asor” – Selalu menjadi yang utama, dan senantiasa rendah hati. (azisoko*)

Tags:
Kopi PagiTahun PolitikPenuh GelitikTahun Politik Penuh Gelitik

Administrator

Reporter

Administrator

Editor