JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Data mengagetkan. Kata Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa organisasi Khilafatul Muslimin punyai sekitar 20 ribu jemaah yang tersebar di berbagai penjuru wilayah Jakarta.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan, hal tersebut diketahui setelah pihak Kepolisian melalukan penyelidikan terhadap salah satu sosok pemimpin tertinggi organisasi Khilafatul Muslimin, yakni Abdul Qadir Hasan Baraja yang pada lusa lalu atau Selasa (7/6/2022) berhasil ditangkap di wilayah Lampung.
"Kalau dari keterangan dari beberapa tersangka, terutama tersangka yang saat ini tengah berada di Jakarta untuk pemeriksaan. Yang ada di Jakarta ada sekitar 20 ribu jemaah," kata Nurwakhid saat dihubungi wartawan, Kamis (9/6/2022).
Namu, ujar jenderal berbitang 1 itu, pihaknya bakal terus melakukan pendalaman terhadap keterangan tersebut. Pasalnya, dia menduga jumlah tersebut masih bersifat subjektif lantaran baru diperoleh dari beberapa orang saja.
"Kita masih akan update jumlahnya, akan kita dalami terus ini. Karena kan ini masih keterangan satu-dua orang saja. Kami yakin tak hanya segitu jumlahnya," ucap Nurwakhid.
Selain itu, terkait penangkapan Abdul Qadir oleh pihak Kepolisian, pihaknya telah merencanakan upaya deradikalisasi terhadap para anggota hingga petinggi organisasi Khilafatul Muslimin.
"Kita sedang menggalang, merangkul para anggota Khilafatul Muslimin untuk mau bertaubat atau mencabut baiat sebelumnya, dan melakukan taubat konstitusi untuk kembali kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu sedang kita upayakan," katanya.
Deradikalisasi Khilafatul Muslimin itu, jelas Nurwakhid, direncanakan dengan berkaca dari suksesnya upaya serupa yang dilakukan terhadap para mantan teroris di wilayah Sumatera Barat.
"Deradikalisasi ini seperti di Padang, itu ada 16 tokohnya yang ditangkap. Kemudian yang lainnya kita galang, dan akhirya mau cabut sumpah baiat," jelas dia.
Dia juga menerangkan, alasan pihaknya baru berencana menderadikalisasi Abdul Qadir Hasan Baraja, mengingat Abdul Qadir telah berkiprah sejak lama dalam dunia gelap terorisme, adalah karena terbentur regulasi pada saat itu.
"Jadi untuk kasus Hasan Baraja, kedua kasus tersebut kan menggunakan Undang-Undang (UU) anti subversif. Dan waktu itu belum ada deradikalisasi dan sebagainya, saat itu pendekatan terhadap kasus terorisme berbeda dengan sekarang, setelah terbit UU Nomor 5 Tahun 2018," terang Nurwakhid.
"Jadi Hasan Baraja masih dimonitoring. Tetapi, kalau untuk diskusi-diskusi sudah sering juga dilakukan. Perlu diketahui juga, program deradikalisasi ini diperuntukkan bagi mereka yang jadi tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan mantan narapidana kasus terorisme," sambungnya.
Dengan demikian, ucap Nurwakhid, rencana deradikalisasi terhadan Abdul Qadir bisa dilakukan dengan terbitnya regulasi baru yang tidak lagi menggunakan UU anti subversif.
"Nah, dicabutnya UU anti subversif itu kan baru pada tahun 1998, pas Reformasi. Kemudian, dalam UU Nomor 5 tahun 2018 yang turunannya dibreakdown dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2019, itu mengamanahkan tentang Kesiapsiagaan Nasional, Kontradikalisasi, dan Deradikalisasi," tuturnya.
"Jadi dengan hal tersebut, kita akan upayakan agar mereka mencabut baiat dan kembali pada Ideologi Pancasila dan NKRI," tandas Nurwakhid.
Sebelumnya untuk diketahui, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Hariyadi mengatakan, penangkapan terhadap Abdul Qadir akan menjadi suatu titik awal dari upaya Kepolisian untuk membongkar lebih dalam organisasi Khilafatul Muslimin. (Adam).
Keterangan foto: Konvoi organisasi Khilafatul Muslimin di wilayah Jakarta Timur pada beberapa waktu lalu.
Foto: Tangkapan layar video viral.