BAGONG lagi enak-enakan duduk sambil buka-buka laptop, tentu medsos kesukaannya yang dia buka-buka. Tapi tiba-tiba HP-nya berdering, dilihat nama Gareng.
“Halo Reng, piye kabare? Mau ngajak makan rupanya nih,” ujar Bagong langsung omong seenaknya.
“Ora Gong, ayo ke Borobudur, aku bayari, mumpung belum naik jadi Rp750 ribu,” kata Gareng.
“Halah, embelgedes, mbayari tiket tapi ongkos transport nggak kamu bayar, sama aja bohong,” kata si Bagong.
Dia malah bilang ke Gareng, diam-diam, ngaku salut dengan Menko Luhut yang akan menaikkan harga tiket Borobudur.
“Kalau Pak Luhut mau bikin tiket Rp750 ribu itu bagus,” kata Bagong.
Gareng seketika kaget, karena wacana itu dibilang bagus, di mana nalarnya. Yang terjadi malah menyusahkan masyarakat bawah, pedagang juga terancam sepi pembeli.
“Nah, bukan di situnya Reng, bagusnya itu, Pak Luhut ngajak kita berpikir tentang Borobudur. Sekarang kan semua orang bicara tentang candi itu. Banyak argumentasi muncul, data muncul, informasi baru bermunculan, wawasan tambah,” Bagong nyerocos.
Tentu saja Gareng tidak bisa menerima pendapat itu, apalagi soal data. “Data apaan to Gong Bagong. Paling Big Data lagi. Preeet. Mending menteri satu itu direshuffle saja, bikin gaduh,” kata Gareng.
Bagong malah tertawa ngakak soal reshuffle. Sebab ia yakin seyakinnya, Pak Luhut tidak akan dikeluarkan dari kabinet. Yang terjadi, malah makin diberi jabatan baru.
“Berani taruhan Reng, aku yakin Pak Luhut tetap dipertahankan, beliau itu andalan. Lha semua kalau diserahkan ke beliau pasti beres, paling tidak menurut selera Presiden. Belasan tugas diselesaikan, malah lintas sektoral. Pekerjaan menteri lain dirampungkan Pak Luhut,” ujar Bagong.
Gareng mati kutu juga diskakmat itu. Ia percaya Pak Luhut tidak direshuffle. Malah dia berpikir lain, kalau begitu, menteri di kabinet tidak perlu banyak. Borobudur pekerjaan Menparekraf saja juga ditangani Pak Luhut, dia pantas untuk merangkap 10-15 jabatan menteri.
“Iya, Gong, benar itu, Kalo gitu, malah jadi efektif. Terus kalau memang ada reshuffle, di Kabinet cukup lima menteri saja, negara bisa ngirit banyak.”
“Setuju Reng, sama persis dengan pikiranku, Kabinet cukup lima menteri saja,” kata Bagong. “Tapi tenang Gong, kamu juga tetap bisa masuk Kabinet nanti meski. Jadi Mensesneg,” tambah Bagong.
“Halah, Halu kowe Gong. Terus pekerjaanku apa?”
“Pekerjaanmu yang pertama, bikin kop surat terus ngganti-ganti papan nama kementerian. Berhubung menteri di kabinet hanya lima orang, itu kamu harus membuat nama Kementeriannya yang bisa ringkas, meski menyatukan 10 kemeterian,” cerocos Bagong.
“Haduh biyung Gong-gong. Lha kalo gitu namanya kan panjang ora karuan. Misalnya, papan namanya: Kementerian Perhubungan, Pariwisata, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Sosial, Agama, ….halah mati aku Gong,” katanya. (winoto anung)