JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Polda Metro Jaya menampik isu miring yang menyebut adanya praktik KKN dalan mekanisme penerimaan anggota Polri terkait gagalnya calon anggota Bintara Polri, Fahri Fadilah Nur Rizki (21).
Sebagaimana diketahui, Fahri sendiri sebelumnya, dinyatakan lolos dan menempati peringkat 35 dari 1.200 siswa. Namun, tiba-tiba nama Fahri hilang dan digantikan orang lain hingga ia pun sangat kecewa.
Mengenai hal tersebut, Kepala Biro SDM Polda Metro Jaya, Kombes Langgeng Purnomo menjelaskan, bahwa terkait mekanisme penggantian nama calon siswa pengganti, dilakukan berdasarkan petunjuk dari Polri, khususnya terkait dengan kuota didik mengikuti pendidikan.
"Tidak, jadi pembentukan Bintara Polri di Polda Metro Jaya itu apabila calon siswa tidak memenuhi syarat, maka ranking di bawahnya naik," kata Langgeng kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (30/5/2022).
Perwira menengah Polri itu berujar, segala hal terkait dengan penggantian nama Fahri dalam mekanisme seleksi calon siswa Bintara Polri, juga telah dilakukan secara terbuka sesuai aturan yang berlaku.
"(Penggantian nama) itu dilakukan dengan mekanisme sidang terbuka, melalui Dewan Kebijakan Jabatan dan Kepangkatan (wanjak)," ujar dia.
"Dan tambahan satu ini bukan atensi, ini adalah langkah untuk memenuhi kuota didik. Prosesnya pun dilakukan secara prosedur dan melibatkan pengawas juga," ungkap Langgeng.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Endra Zulpan mengatakan, bahwa Fahri memang dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) dalam seleksi calon siswa Bintara Polri, khususnya pada tahap pemeriksaan kesehatan.
"Yang bersangkutan sudah mendaftar sebagai calon siswa Bintara di Polda Metro Jaya sebanyak tiga kali, yakni pada 2019, 2020, serta 2021 dan dinyatakan gagal karena tak memenuhi syarat dengan diagnosa buta warna parsial," kata Zulpan.
Terkait pendaftaran di tahun 2021, terang Zulpan, Fahri memang telah dinyatakan lulus pada tahap anggaran tahun 2022 dengan nomor peserta 031125-P4301. Namun, berdasarkan surat dari Mabes Polri terkait dengan giat supervisi yang dilakukan terhadap para siswa. Fahri kembali dinyatakan gagal atas temuan diagnosa buta warna parsial.
"Atas temuan tersebut Polda Metro Jaya melakukan tindak lanjut atas suvervisi tersebut dan dilakukan pensalaman dwngan melakukan pemeriksaan di tempat yang terakreditasi dan disaksikan oleh Kabid Dokkes, Kadin Propam, dan Sekretariat Biro SDM Polda Metro Jaya," ujar Zulpan.
"Dan tanggal 25 Januari 2022, Polda Metro Jaya selaku panitia beserta orang tua melaksanakan hasil temuan supervisi tersebut yang dilakukan di RS. Polri. Dan hasilnya, dari dokter spesialis mata yang menangangi, yang bersangkutan dinyatakan buta warna parsial sehingga tak bisa mengikuti pendidikan," sambung dia.
Mantan Kapolsek Ciputat itu mengungkapkan, apa yang didiagnosa terhadap Fahri tidaklah dapat ditolerir oleh anggota Polri. Sebab menurutnya, anggota Polri tidak boleh memiliki kelainan kesehatan seperti buta warna, misalnya.
"Yang bersangkutan tidak dapat mengikuti pendidikan karena ini syarat mutlak untuk anggota Polri. Anggota Polri tidak boleh buta warna, ini syarat utama dari sisi kesehatan yang harus dipahamkan," ungkapnya.
Zulpan menuturkan, apabila pihaknya tetap bersikukuh menerima Fahri sebagai anggota Polri, dia khawatir nantinya dampak yang akan ditimbulkan akan berefek pada Fahri dan masyarakat lainnya.
"Contoh, kalau ada anggota Polri yang memiliki kelainan kesehatan buta warna parsial dalam tugasnya di lapangan, jika dia bertugas mengatur lalu lintas, maka tidak bisa membedakan atau melihat perbedaan antara lampu merah, kuning, atau hijau. Itu tentu akan berdampak pada keselamatan yang bersangkutan dan masyarakat, dan banyak hal lain juga yang bisa ditimbulkan dari hal itu," jelas perwira polisi berpangkat 3 bunga melati itu.
"Jadi ini syarat mutlak, anggota Polri tidak boleh memiliki kelainan kesehatan apa pun, meski hanya misalnya buta warna," tukas Zulpan. (adam)