Ilustrasi: Armada mobil boks milik Triplogic, perusahaan rintisan yang bergerak di bidang logistik on-demand. (Foto: Ist).

NEWS

Tekan Dominasi Kepemilikan Asing, Saatnya Pemerintah Investasikan BUMN ke Startup Indonesia

Sabtu 28 Mei 2022, 16:42 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai pembatasan langkah BUMN melalui anak-anak perusahannya melakukan investasi di beberapa startup yang baru tumbuh, ataupun di startup yang sudah berkembang menjadi unicorn hingga decacorn sangat keliru.

Pasalnya, pembatasan itu akan berdampak pada masuknya investor-investor asing yang kemudian akan semakin leluasa menguasai startup asli Indonesia seperti yang terjadi di negara lain.

“Dari sekian banyak startup digital tersebut terdapat 10 startup yang sudah tergolong unicorn dan dua di antaranya bahkan sudah menjadi decacorn. Artinya, perusahaan startup di Indonesia memiliki valuasi yang sangat besar, lebih dari Rp 14 triliun atau bahkan lebih dari Rp 140 triliun," kata Piter Abdullah Redjalam dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (28/5/2022).

Menurut Piter, startup yang sudah setingkat unicorn dan decacorn mampu menarik begitu besar modal asing masuk ke Indonesia, dan menciptakan lapangan kerja yang begitu besar dan menumbuh-kembangkan beribu-ribu UMKM. Unicorn dan decacorn Indonesia telah dan akan terus menjadi etalase produk-produk lokal sekaligus meningkatkan nilai merek-merek Indonesia.

Parahnya, unicorn dan decacorn yang ada si Indonesia ini mayoritas dikuasai oleh asing asing lewat investasi atau suntikan modal yang besar. Atas dasar itu, unicorn dan decacon yang ada bukan lagi perusahaan Indonesia, tidak bisa lagi dibanggakan, namun hal tersebut dianggap keliru oleh Piter lantaran dibanyak negara masih menggunakan modal asing untuk pengembangan startup mereka.

"Kritik dan anggapan ini sangatlah tidak tepat. Di berbagai negara, penggerak startup adalah modal asing. Apalagi Indonesia yang memang sangat bergantung kepada modal asing," ungkapnya.

Olehnya itu, buat Piter kehadiran investasi BUMN menjadi jawaban atas kekhawatiran dominasi kepemilikan asing di startup-atartup Indonesia. Menurut Piter, efektivitas investasi BUMN di sejumlah startup tidak bisa dinilai hanya dari pergerakan harga saham, namun harus dilihat dari sebuah perjuangan membangun ekosistem digital di Indonesia agar tidak dikuasai oleh investor asing.

Piter menyadari betul jika di balik investasi di startup oleh BUMN, risiko yang ditanggung tidak kecil, apalagi jika startup dengan valuasi yang besar sudah melantai di bursa dan melibatkan begitu banyak investor ritel. Namun di sisi lain, valuasi startup tidak sepenuhnya tergambarkan dalam pergerakan harga saham, karena faktor sentimen juga akan ikut mewarnai pergerakan harga saham. 

“Risiko pergerakan harga saham startup ketika melantai di bursa ini tentu saja harus dihadapi oleh BUMN yang menjadi investor sejak awal,” jelasnya.

Piter pun mencontohkan investasi yang dilakukan oleh Telkom melalui anak perusahaanya PT Telkomsel yang berinvestasi di Gojek, yang kemudian merger dengan Tokopedia membentuk GoTo. Investasi Telkom di GoTo cukup besar mencapai 450 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,75 triliun. 

Namun setelah beberapa hari IPO, harga saham GOTO turun tajam dari harga awalnya. Hal inilah kemudian menyebabkan potensial loss dalam portofolio perusahan telekomunikasi pelat merah tersebut.

“Seperti misalnya, harga saham Bukalapak dan GoTo yang turun di bawah harga IPO pasti akan memunculkan potensial loss di dalam portofolio mereka. Tetapi hal tersebut seharusnya dilihat sebagai sebuah kewajaran,” paparnya.

Dijelaskan Piter, investasi BUMN di perusahaan startup bukanlah investasi jangka pendek. Kepemilikan saham startup oleh BUMN bukan untuk dijual segera ketika harganya sudah cukup tinggi. 

“Kepemilikan saham startup digital oleh BUMN adalah untuk strategi jangka panjang dalam upaya membangun ekosistem digital di masa depan yang akan memberikan jaminan memenangkan persaingan,” ucapnya.

Selain Telkom ke GoTo, Piter pun menyinggung soal investasi Bank Mandiri melalui Mandiri Capital juga menanamkan modal di 23 perusahaan startup, 11 diantaranya sebagai lead investor. Beberapa portofolio Mandiri Capital sudah tumbuh menjadi unicorn yaitu Bukalapak, atau decacorn yaitu GoTo.

Bank BRI melalui anak perusahaannya BRI Ventures yang juga melakukan investasi di 21 perusahaan start up, dan menjadi lead investor di 5 perusahaan yang dibiayai. Beberapa portofolio BRI Ventures sudah tumbuh menjadi unicorn, seperti Bukalapak dan Xendit.

Dikatakan Pieter, menyalahkan BUMN karena adanya potential loss dari sebuah investasi pada startup digital, akan berdampak buruk bagi masa depan startup di Indonesia. Keterlibatan BUMN dalam perkembangan startup digital akan menurun drastis, dan startup di Indonesia akan kembali bergantung kepada modal asing.

“Startup yang potensial akan kembali dikuasai oleh investor asing. Jangan menjadi penyesalan apabila kelak pasar dan industri digital dikuasai oleh asing karena BUMN dibatasi pergerakannya untuk berinvestasi sejak dini pada startup Indonesia,” pungkasnya.(*)

Tags:
Tekan dominasi kepemilikan asingInvestasikan BUMN ke Startup IndonesiabumnStartup Indonesiainvestasi asing

Administrator

Reporter

Administrator

Editor