Dalam Sepekan Rupiah Terus Melemah Terhadap Dolar AS, Ekonom: Di Antaranya Dipengaruhi Kebijakan Larangan Ekspor CPO

Senin 23 Mei 2022, 15:58 WIB
Ekonom Josua Pardede. (ist)

Ekonom Josua Pardede. (ist)

JAKARTA,POSKOTA.CO.ID - Dalam sepekan ini nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Pada Senin (23/5/2022) rupiah diperdagangkan di kisaran level Rp14.600-14.700 per dolar AS.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang dihubungi  di Jakarta, Senin (23/5/2022) mengungkapkan, ada beberapa yang mempengaruhi melemahnya nilai tukar rupiah, selain faktor dalam negeri juga faktor global

"Dari sisi domestik, kebijakan larangan ekspor CPO dari pemerintah Indonesia juga berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah," tambah Josua.

Ia menambahkan dampak dari larangan ekspor CPO tersebut diperkirakan akan berdampak pada penurunan nilai ekspor Indonesia sekitar 2-2,5 miliar dolar AS tiap bulannya.

"Kebijakan larangan ekspor yang tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, namun juga negara lain misalnya Pemerintah India yang mengeluarkan kebijakan larangan ekspor gandum dikhawatirkan akan dapat menganggu global supply chain (rantai pasokan global) dan mendorong kenaikan harga pangan secara global," terangnya.

"Meskipun demikian, kemarin Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan untuk membuka kembali ekspor CPO yang selanjutnya diperkirakan akan berdampak positif bagi kinerja ekspor Indonesia," utaranya.

Ia menjelaskan merespon kondisi di pasar keuangan saat ini, Bank Indonesia (BI) tetap berada di pasar dengan tetap melanjutkan kebijakan triple intervention (intervensi di tiga titik) dengan melakukan langkah stabilisasi di pasar spot USD/IDR (nilai tukar rupiah terhadap dolar AS), pasar DNDF USD/IDR dan pasar obligasi yang diharapkan akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. 

"Kondisi pelemahan nilai tukar tidak hanya dialami oleh rupiah namun sebagian besar mata uang global termasuk peer Asia, artinya pelemahan rupiah ini lebih didominasi oleh faktor sentimen yang berimplikasi bahwa kondisi ini hanya bersifat temporary (sementara)," papar Josua.

Josua menilai faktor fundamental ekonomi Indonesia saat ini sangat solid, dimana tren kenaikan harga komoditas global mendorong kenaikan kinerja ekspor yang selanjutnya berimplikasi pada kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia yang berada dalam level yang sehat. 

Selain itu, FX reserves Indonesia (cadangan devisa) juga masih cukup solid yakni di level 135,7 miliar dolar AS yang merupakan buffer (penyangga) bagi foreign investor (Investor asing) sehingga dapat membatasi foreign capital outflow (aliran modal keluar asing)

Selanjutnya, prospek pemulihan ekonomi domestik yang masih berlanjut juga menjadi faktor daya tarik bagi asset keuangan berdenominasi rupiah. 

"Kondisi fiskal yang kuat dan prudent dimana defisit fiskal dijaga untuk turun dan pada tahun 2023 kembali ke level normal yakni 3% terhadap GDP (produk domestik bruto) menjadi pertimbangan besar rating agency S&P yang belum lama ini upgrade outlook rating Indonesia menjadi stable (stabil) dari sebelumnya negatif. 

"Mempertimbangkan faktor fundamental ekonomi Indonesia yang kuat serta potensi kenaikan suku bunga acuan BI untuk meredam pelemahan rupiah dan mendorong stabilitas inflasi, maka nilai tukar rupiah diperkirakn cenderung akan stabil sesuai dengan fundamentalnya,"  Josua menambahkan. (johara)
 

Berita Terkait

Hantu Inflasi

Jumat 27 Mei 2022, 06:35 WIB
undefined

News Update