JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penerapan sistem kerja di mana saja atau “work from anywhere” (WFA) bagi aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) bisa saja diterapkan.
Pernyataan ini datang dari Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah.
Dia mengatakan WFA diberlakukan bagi PNS di sejumlah negara. Seperti Korea Selatan dan Australia.
Namun dia mempertanyakan alasan penerapan kebijakan ini di mana salah satunya adalah untuk meningkatkan produktivitas atau kinerja ASN.
Karena pemerintah sendiri mengakui bahwa ada 1,6 juta PNS yang tidak bekerja dengan baik ketika diberlakukan “work from home” (WFH) atau kerja dari rumah.
“Kalau pengalaman dulu kita WFH di berbagai daerah itu ada sekitar 1,6 juta ASN yang tidak jelas kinerjanya seperti apa. Itu diakui sendiri oleh Kemenpan Reformasi Birokrasi. Jadi bagaimana itu nantinya kalau itu sampai diberlakukan WFA,” ungkap Trubus Rahadiansyah seperti dikutip dari VOA pada Mei ini.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum benar-benar mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, adalah terkait dengan pengawasan. Menurutnya, jika konsep WFA ini diberlakukan maka dibutuhkan pengawasan yang sangat ketat agar kelak pelayanan publik kepada masyarakat tidak terganggu.
“Kedua, apakah tidak kemudian itu bisa merusak citra PNS sendiri kalau kemudian nanti karena bisa bekerja dari mana saja? Mereka bekerja di mall-mall itu ‘kan repot nanti dan tidak terkontrol. Ini jadi bagaimana prosedurnya nanti karena ASN juga menanggung akuntabilitas publik. Nanti pertanggungjawabannya bagaimana karena mereka menggunakan APBN. Jadi harus mempertimbangkan itu,” jelasnya.
Pemerintah perlu memikirkan sanksi yang tegas kepada para pelanggarnya agar kualitas kerja tetap terjaga. Karena potensi pelanggaran yang cukup tinggi.
Menurut Trubus Rahadiansyah, konsep bekerja dari mana saja untuk para PNS ini tidak bisa diberlakukan dalam jangka pendek di Indonesia.
Butuh persiapan dan pembenahan dari berbagai aspek. Termasuk integritas, mental, budaya, dan etos kerja dari ASN tersebut agar tidak menimbulkan masalah baru.
“Tentu untuk jangka menengah, jangka panjang bisa. Tetapi tidak semua bagian. Ini bukan hal baru karena di negara lain juga ada. Hanya persoalannya di kita yang ruwet itu masalah budaya kerja, masalah moral hazard, integritas, karena rumitnya di kita banyak korupsi dan lain-lain terjadi pada tataran yang di mana sangat masif di kita,” pungkas Trubus Rahadiansyah. ***