JAWA TENGAH, POSKOTA.CO.ID - Di kawasan lereng Gunung Sindoro, para biksu melakukan prosesi.
Prosesi ini berlangsung pada Minggu (15/5/2022) di Desa Jumprit Kabupaten Temanggung.
Prosesi ritual berlangsung khidmat. Perwakilan majelis bergantian melakukan ritual yang diawali dengan penyalaan dupa dan lilin panca warna. Demikian dilansir dari situs Kementerian Agama.
Prosesi pengambilan air berkah dari mata air alam Umbul Jumprit ini merupakan rangkaian dalam menyambut perayaan Tri Suci Waisak 2566 Tahun Buddhis.
Para biksu berjalan bergantian ke arah Sendang berbentuk gua tempat mata air mengalir.
Di sepanjang jalan menuju Sendang, tampak dupa-dupa kecil menghiasi tebing di bawah pohon beringin dan cemara yang berusia puluhan tahun.
Para biksu kemudian mengambil air berkah dan dimasukkan ke dalam kendil berhias bunga melati dengan gayung dari batok kelapa.
Di bawah Sendang, terdapat makam Eyang Jumprit yang wafat pada tahun 1308.
Sendang Umbul Jumprit sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit menurut warga sekitar.
Lokasi ini merupakan tempat bertapa para rohaniawan Buddha dan Hindu.
Makna Air Berkah
Ritual air berkah digelar setiap menyambut perayaan Waisak.
Triroso dari Dirjen Bimas Buddha menyebutkan bahwa ini memiliki makna mendalam bagi umat Buddha di Indonesia.
"Dalam agama Buddha, tentunya kita menyambut perayaan Waisak dengan menyelaraskan alam dan air yang menjadi sumber kehidupan, kebersihan, dan lambang kerendahan hati serta ketenangan dalam kehidupan," ucapnya.
"Untuk itu tradisi pengambilan air berkah ini akan tetap dilestarikan dan memaknainya bukan sekadar ritual melainkan secara esensial dari air yang perlu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari," sambungnya.
"Air dari sisi nyata adalah sumber energi dalam tubuh. Dari aspek simbolis, air ini salah satu bentuk kerendahan hati karena air mengalir selalu mencari titik rendah," kata Plt Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama Nyoman Suriadarma.
"Air selalu juga tidak membeda-bedakan siapa yang harus diberikan kehidupan. Itulah air yang sesungguhnya sangat universal manfaatnya sehingga kehidupan tetap berjalan sampai hari ini," sambungnya.
“Makna air ini sesuatu yang menyejukkan, netral. Di dalam batin ada kekotoran batin yang terdiri atas keserakahan, kebencian, dosa, dan kebodohan batin. Air simbolis dari ketenangan. Jadi batin tidak bisa tenang kalau ada kotoran batin maka perlu air sebagai ketenangan,” kata Ketua Umum Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) Biksu Dammavuddho seperti dikutip dari Antara.
“Dengan adanya air simbol ketenangan maka dunia ini menjadi kalem. Selanjutnya air ini adalah sumber kehidupan, di mana ada air di situ ada kehidupan sehingga air dan api menjadi simbolis yang digunakan dalam kegiatan Waisak,” terang Dammavuddho.
Makna Api Dharma
Sebelumnya dilakukan pengambilan Api Dharma dari Sumber Api Abadi Mrapen, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah pada Sabtu (14/5/2022).
Ketua Panitia Pengambilan Api Dharma Ester Setiawati Santoso mengatakan Api Dharma yang bersumber dari api alam Mrapen ini merupakan api abadi yang melambangkan pancaran cahaya gemerlap, menghapuskan keadaan suram menjadi terang, dan menembus ketidaktahuan dalam kehidupan.
Ketua Umum Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) Biksu Dammavuddho menerangkan Api Dharma ini melambangkan semangat untuk menerangi.
“Di sini api sebagai semangat untuk menerangi. Di mana ada api di situ ada penerangan. Jadi seperti Waisak ini, Buddha datang ke dunia untuk membawa penerangan bagi semua makhluk,” kata Dammavuddho.
Api merupakan simbol untuk penerangan dharma bagi makhluk-makhluk yang diliputi kegelapan batin.
Baik Air Berkah dan Api Dharma ini disemayamkan dan disakralkan di Candi Mendut Kabupaten Magelang.
Aktivitas ritual ini sempat terhenti selama dua tahun. Yakni 2020-2021 akibat pandemi COVID-19.
"Pandemi belum berakhir. Mari kita tetap disipilin dengan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Semoga berkat para bhanthe dan biksu dapat mengakhiri pandemi di negeri ini," harap Triroso.
Air dan api ini nantinya dibawa ke Candi Borobudur pada detik-detik perayaan Waisak. ***