ADVERTISEMENT

Obrolan Warteg: Bada Kupat

Kamis, 5 Mei 2022 06:15 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

"Ibu nggak mudik? “ tanya Yudi kepada Ny.Ayu Bahari, ibu pemilik warteg langganannya.
“Besok saya dan suami baru mudik,” kata Ayu. “Tapi nggak usah khawatir mas, warteg tetap buka, ada keponakan yang nungguin.”

“Syukurlah kalau begitu. Tapi kenapa ibu baru mudik setelah lebaran ,” tanya Yudi penasaran.

“Saya rutin mudiknya jelang bada (bakdo) ketupat. Selain nggak macet, selama lebaran masih buka warung melayani pelanggan yang kesulitan karena banyak warung yang tutup. Kan dapat pelanggan baru mas,” kata Ayu.

Yah, bakdo kupat, orang Tegal mengatakan “bada kupat”, pada hari ketujuh setelah lebaran, memang penuh makna. Sejumlah literatur menyebutkan “Bakdo ketupat” pertama kali diperkenalkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga (Wali Songo) sebagai bagian dari strategi syiar Islam di Tanah Jawa kala itu.

Agama Islam menganjurkan untuk berpuasa sunah selama 6 hari di bulan Syawal. Jika dimulai hari kedua lebaran, maka pada hari ketujuh, selesai – bakdo dengan simbol masak ketupat. Hantaran hidangan ketupat bermakna membangun hubungan antar-manusia ( hablum minannas), upaya mengeratkan ikatan sosial sebagai bagian dari memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa dengan tetap menjunjung etika dan tata krama.

Ada yang mengatakan kupat kependekan dari ngaKu lePat ( mengakui kesalahan). Rumitnya anyaman janur adalah simbol dari beragamnya kesalahan manusia. Kupat yang terbuat dari butiran beras dibungkus dalam janur adalah simbol kebersamaan dan kemakmuran. Sedangkan janur, konon berarti sejatine nur ( cahaya). Dapat ditafsirkan keadaan suci manusia setelah mendapat gemblengan selama Ramadhan.

Masih banyak filosofi dari ketupat, seperti bentuknya bersudut 7 atau 6 dan lainnya yang masing – masing memberikan makna bagi kehidupan kita, tentu mengajarkan adab dan kebajikan. (jokles)


    

ADVERTISEMENT

Editor: Deny Zainuddin
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT