Akhir Ramadan 1443 H, Polri Ajak Masyarakat Cegah Aksi Terorisme

Minggu 01 Mei 2022, 23:08 WIB
Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Brigjen Umar Effendi dan Jajaran BPET MUI. (ist)

Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Brigjen Umar Effendi dan Jajaran BPET MUI. (ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen dan Keamanan Polri, Brigjen Umar Effendi, mengajak masyarakat luas untuk terus mensosialisasikan ajaran Islam Wasathiyah sebagai upaya untuk membendung maraknya gerakan paham radikalisme dan terorisme.

Polri pun meminta Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk terus melakukan kegiatan sejenis.

"Kegiatan ini adalah salah satu upaya untuk membendung maraknya ekstremisme dan terorisme. Salah satu penangkal yang telah teruji yakni membumikan Islam Wasathiyah sebagai ajaran Islam rahmatan lil-‘alamiin, Islam yang moderat, damai dan santun, tidak memaksakan diri dan menghargai perbedaan,” kata Umar dalam kegiatan Ngaji Kebangsaan MUI di Jakarta.

Brigjen Umar Effendi mengajak seluruh komisi dan lembaga Majelis Ulama Indonesia untuk terus melakukan bimbingan kepada masyarakat agar tetap menjadi penganut agama yang moderat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Islam Wasathiyah bisa menjadi solusi untuk kehidupan beragama yang damai dan saling menghargai, serta menghidupkan kehidupan berkebangsaan. Dimana saat ini, menguatnya politik identitas sangat berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat, sehingga menjadikan mereka memiliki pemahaman yang tidak sesuai konstitusi bahkan sebagian terjerembab ke kelompok ektremis,” tambahnya.

Penjelasan lebih lanjut mengenai kegiatan ini disampaikan Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhamad Syauqillah.

Dia mengatakan untuk terus komitmen melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan dengan salah satu cara memberikan bekal pemikiran dan wawasan keagamaan, keumatan dan kenegaraan.

"Kegiatan Ngaji Kebangsaan dalam rangka mencegah terjadinya keikutsertaan masyarakat dan elemen negara kepada kelompok radikal-terorisme. Disisi lain, Jakarta menjadi target dari penyebaran paham radikal-terorisme," tegas Syauqillah.

Muhamad Syauqillah menjelaskan bahwa perlu menyadarkan masyarakat tentang bahaya gerakan radikal-terorisme seperti Negara Islam Indonesia (NII), dan ini dimulai dari para pengurus MUI, kiai, ustaz dan tokoh-tokoh di masyarakat.

“Kita perlu mengajak dan menyadarkan masyarakat tentang bahaya NII, dan ini harus dimulai dari para kyai, ustaz, guru, dan tokoh berpengaruh lainnya, agar kemudian bisa disebarluaskan ke masyarakat secara umum. Kita tidak boleh berhenti dalam mencintai negara ini semaksimal mungkin,” tegasnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Jakarta Barat menambahkan bahwa saat ini banyak orang yang berilmu sedikit tapi mudah menyalahkan orang yang sudah lama mengaji, belajar dan lain sebagainya.

Ini gejala kecil yang jika dibiarkan akan berpotensi ke tahap ekstrim.

Dan kita juga perlu memiliki bekal wawasan kebangsaan agar tidak masuk dalam jangkar yang dilempar oleh kelompok radikal-terorisme.

"Sejak zaman dahulu banyak orang Indonesia yang keislamannya tinggi dan pengetahuannya mendalam, bahkan sampai di akui di tanah Arab, tapi tidak menjadi ekstremis, berbeda sekali dengan zaman saat ini. Oleh karenanya penting bagi kita untuk ngaji kebangsaan ini," paparnya.

Sementara itu, Makmun Rasyid, Pengurus Harian BPET MUI mengatakan Ramadan telah dilalui dengan tenang tanpa aksi teror.

Dimana fenomena bulan Ramadan dengan terjadinya aksi teror pernah terjadi pada tahun 2012 (dua kali) dan 2016.

"Alhamdulillah Ramadan tanpa dicederai aski-aksi teror apa pun. Justru pihak keamanan melaksanakan tugas pemadaman sebelum terjadinya rangkaian aksi-aksi. Inilah yang saya katakan, kepolisian saat ini mengedepankan sisi humanisnya dengan beragam cara," ungkapnya.

Kedepannya juga kita berharap, pemerintah tetap komitmen dalam mencegah dan menanggulangi radikal-terorisme, dan efektivitas program-program yang terencana dan terpadu sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres No 7 Tahun 2021 (pencegahan/kesiapsiagaan, penegakan hukum dan kemitraan). 

"Apa yang dilakukan para penindak seperti Densus 88 dan BNPT sudah sesuai tupoksinya. Dimana penegak hukum dan pemerintah terus berusaha melakukan pendekatan soft approach daripada hard approach. Pendekatan ini jika mengacu kepada perspektif yang digunakan Densus 88 sebagai pendekatan kepada orang-orang yang 'menyimpang' dengan merangkulnya dan mengajak kembali ke pertiwi dengan paradigma kemanusiaan. Contoh ini bisa kita lihat dengan ajakan cabut baiat oleh Negara Islam Indonesia dan tahun ini terbanyak dengan jumlah di atas 300an orang," pungkasnya. (*/mia)

Berita Terkait

News Update