Kopi Pagi

Terabaikannya Hak Rakyat

Senin 18 Apr 2022, 06:00 WIB

“Semua pihak hendaknya perlu peduli terkait kondisi bangsa yang sedang terjadi dengan membuka sekat – sekat kesenjangan sosial, ekonomi dan politik..” - Harmoko
 

SEJARAH telah membuktikan ancaman persatuan bukan hanya datang luar (asing). Di era kini, ancaman persatuan dan kesatuan lebih diakibatkan karena situasi dalam negeri. Cukup beragam yang menjadi pemicunya, selain ketidakadilan, kesenjangan sosial yang menjadi embrio kecemburuan, juga kian jauhnya pemenuhan hak terhadap rakyat. Hak atas penghidupan yang layak, hak atas pekerjaan, kesehatan dan pendidikan serta masih banyak hak lainnya yang menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.

Para pendiri negeri ini sudah secara jelas dan tegas mengukirnya dalam mukadimah – preambule UUD 1945, jauh sebelum dunia mendeklarasikan soal hak asasi manusia pada 10 Desember 1948.

Secara umum dapat terlihat pada alinea 1 Pembukaan UUD 1945 disebutkan penghormatan atas hak - hak kemerdekaan. Aline 2 mengakui hak asasi di bidang politik mengenai kedaulatan dan bidang ekonomi tentang kemakmuran dan keadilan. Aline 3 pengakuan bahwa kemerdekaan pribadi merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Sementara pada alinea 4 menyebutkan bahwa negara wajib hadir mengayomi kemerdekaan warga negaranya, semua golongan masyarakat (tanpa terkecuali), memberikan jaminan atas kesejahteraan sosial.

Bahkan secara rinci hak setiap warga negara diatur batang tubuh UUD melalui pasal – pasalnya. Seperti pasal 27 dan 28 UUD 1945 yang mengatur hak atas perlindungan, atas penghidupan dan pekerjaan serta berserikat.

Yang hendak saya katakan adalah pemenuhan hak hidup rakyat, setiap individu, kelompok masyarakat menjadi hal yang paling urgen. Hak rakyat hendaknya tidak terabaikan dalam situasi apapun, di mana pun dan kapanpun.

Semakin dekat negara memenuhi hak rakyatnya, negara akan menjadi semakin kuat, sebaliknya kian jauh akan menjadi rapuh. Tak kuat menahan beban, bagaikan tiang keropos yang rawan "rubuh".

Tak  ada yang mengira bahwa negeri Uni Soviet yang dulu ditakuti oleh Amerika Serikat, membelah dunia menjadi blok Barat dan Blok Timur, akan runtuh dan pecah menjadi 15 negara. Dan Yugoslavia, negerinya Josip Broz Tito, yang ikut konferensi Asia Afrika di Bandung bersama Bung Karno (1955), pecah menjadi 7 negara.

Itulah sebabnya sering dikatakan ancaman terbesar negeri kita saat ini bukan datang dari luar, tetapi dari dalam. Meski ancaman dari luar juga datang, menyusup, menggunakan tangan – tangan lokal.

Yang pasti, tidak dipenuhinya hak – hak setiap individu sebagai bagian dari hak rakyat, dapat memicu gesekan, perseteruan dan pada akhirnya perpecahan.

Banyak faktor penyebabnya, kita pun dapat menyaksikan kondisi terkini yang terjadi di depan mata, dengan kian jauh dari etika dan tata krama dalam berinteraksi sosial melalui media sosial. Kurangnya beradaptasi dengan lingkungan atau kelompok lain. Kurangnya menghargai privacy, jauh dari sopan santun dan keramah tamahan sebagai  jati diri bangsa Indonesia. Itulah cermin kehidupan sosial masyarakat yang sudah bercampur aduk nggak karuan dengan masalah – masalah politik. Sekat –sekat pun kian terbentuk hingga kian memperlebar jarak dan rapuhnya kebersamaan.

Belum lagi masalah ekonomi, soal kemiskinan, keterlantaran, dan ketertinggalan yang berujung kepada kesenjangan sosial yang masih terjadi di depan mata karena masih adanya ketidakadilan dalam kebijakan, dan akses pemenuhan kebutuhan sehari – hari sebagian, boleh jadi sebagian besar warga masyarakat, khususnya rakyat kecil. 

Juga masalah kebencanaan, kebhinekaan dan ketidakadilan.  
Ditambah lagi isu- isu SARA, radikalisme dan terorisme yang terus dihembuskan bukan untuk mencegahnya, tapi acap dinarasikan oleh para petualang untuk melakukan agitasi dan mengobarkannya untuk keuntungan golongannya. Apalagi jika isu tersebut disangkut pautkan dengan kesenjangan ekonomi dan sosial.

Itulah sebabnya semua pihak perlu peduli terkait kondisi bangsa yang sedang terjadi dengan membuka sekat – sekat kesenjangan sosial, ekonomi dan politik  seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Mengingat masalahnya begitu kompleks, maka untuk mengatasinya tidak hanya mengandalkan pendekatan ekonomi semata. Pendekatan sosial budaya dengan menggerakkan kekuatan sosial masyarakat perlu dikemas menjadi satu solusi. Kuncinya terletak pada kemauan politik para penguasa negeri. Maukah memperbaiki keadaan dengan merangkul seluruh kalangan tanpa melihat latar belakang, tanpa prasangka, tanpa pula direkayasa untuk memperkuat posisinya dan koleganya.

Marilah semakin peduli dengan pemenuhan hak rakyat, siapapun dia, dimanapun dan kapanpun. Bukan mengabaikannya. Pitutur luhur mengajarkan “Ojo Mburu Seneng Nanging Mburuo Ayem” – Jangan sebatas meraih kesenangan, tetapi hendaknya raihlah ketentraman. Dalam mengerjakan sesuatu, jangan berpatokan asal Anda senang saja, juga mempedulikan orang lain di sekitar kita. Ketenteraman itu tidak dapat ditentukan dari dalam diri sendiri, namun juga lingkungan sekitar.

Mari kita mulai sebelum hal buruk terjadi. Tunggu kapan lagi. (Azisoko*)

Tags:

Administrator

Reporter

Administrator

Editor