HONG KONG, POSKOTA.CO.ID - Otoritas Hong Kong sibuk menambah kapasitas kamar mayat ketika sedang berjuang melawan wabah COVID-19.
Sementara peti mati dari kayu mulai langka di pusat keuangan global tersebut.
"Belum pernah saya melihat begitu banyak jenazah dikumpulkan," kata Direktur Pemakaman Lok Chung pada Rabu (6/4/2022) seperti dikutip dari Reuters.
Dia mengenakan setelan abu-abu sederhana dengan kaos polo hitam.
Bekerja siang-malam memakamkan 40 jenazah pada Maret. Biasanya dia hanya mengurus sekitar 15 jenazah sebulan.
"Belum pernah saya melihat anggota keluarga begitu marah, begitu kecewa, sangat tak berdaya," lanjutnya.
COVID-19 di bekas koloni Inggris itu telah mencatat lebih dari satu juta infeksi dan 8.000 lebih kematian.
Pemandangan sekumpulan jenazah yang berjajar dengan pasien di ruang gawat darurat mengejutkan banyak orang saat kamar-kamar mayat penuh.
Waktu tunggu yang lama untuk mendapatkan dokumen kematian telah menghambat pekerjaan untuk mengurus pemakaman jenazah pada pekan lalu.
Kerabat seorang perempuan yang meninggal pada 1 Maret masih menunggu dokumen agar jenazahnya bisa dibawa, kata dia.
Yang juga langka ditemukan di Hong Kong adalah replika kertas berbagai benda. Seperti mobil dan rumah, yang dibakar sebagai persembahan dalam prosesi pemakaman Tiongkok dan dipercaya dapat dipakai oleh mendiang di alam baka.
Sebagian besar kelangkaan disebabkan oleh terhambatnya angkutan dari kota tetangga Shenzhen di Tiongkok selatan yang memasok banyak barang tetapi kini disibukkan pula oleh wabah COVID-19.
Perbatasannya dengan Hong Kong telah ditutup akibat penyakit itu.
Infeksi di kalangan petugas rumah duka juga menjadi tantangan besar.
"Hampir seperempat orang tak bisa bekerja, Jadi beberapa rumah duka harus menggabungkan staf agar tetap beroperasi,” kata Direktur Pemakaman di lokasi lain, Hades Chan.
Kate, ibu rumah tangga berusia 36 tahun, mengatakan kematian bapak mertuanya akibat COVID-19 pada Maret membawa emosi besar di keluarganya. Hal yang paling disesalinya adalah tak bisa menengok sang mertua di rumah sakit.
"Ketika mereka bilang dia tak bisa bertahan lagi, kami bergegas ke sana, tetapi sudah terlambat," katanya sambil berusaha menahan tangis di upacara pemakaman.
"Baru kali ini kami bisa melihatnya untuk terakhir kali."
Pejabat Pangan dan Kesehatan Hong Kong Irene Young menyebutkan Tiongkok memasok lebih dari 95 persen kebutuhan peti mati Hong Kong yang mencapai 250 hingga 300 buah per hari.
Dia menerima lebih dari 3.570 peti mati pada 14 hingga 16 Maret setelah otoritas setempat berkoordinasi dengan pemerintah pusat Tiongkok.
Enam krematorium kini beroperasi hampir 24 jam untuk menangani hampir 300 jenazah per hari, dua kali lipat dari biasanya.
Kamar-kamar mayat untuk publik telah diperluas agar bisa menampung 4.600 jenazah dari kapasitas sebelumnya yang hanya 1.350.
Lembaga swadaya masyarakat Forget Thee Not telah bermitra dengan pembuat peti mati ramah lingkungan LifeArt Asia untuk mendonasikan 300 peti mati dan 1.000 kotak penyimpanan ke enam rumah sakit umum.
Setiap peti dibuat dari papan serat kayu daur ulang dan mampu menahan beban hingga 200 kg. Bahan pengawet seperti serbuk berubah menjadi gas ketika dimasukkan ke dalam peti atau kantong untuk menjaga kondisi jenazah hingga selama lima hari.
"Kita berada di tengah badai," kata kepala eksekutif LifeArt Asia, Wilson Tong.
"Di tengah badai, kami berusaha memberi jeda untuk beristirahat," pungkasnya. ***