JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Aparat Polres Bogor Kota, membekuk empat orang muncikari yang menjajakan Pekerja Seks Komersial (PSK) usia muda di Hotel Red Doors Sudirman, Bogor, Jawa Barat.
Diketahui, keempat muncikari itu berperan dalam mengakomodir dan memfasilitasi para PSK muda itu untuk bertransaksi dengan para pria hidung belang dengan tarif Rp600 ribu untuk sekali kencan.
Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Universitas Indonesia (UI), Ida Ruwaida mengatakan, praktik prostitusi anak usia muda atau bahkan di bawah umur, bukanlah sebuah fenomena yang baru terjadi di Indonesia.
Menurutnya, praktik seperti ini dari dahulu memang sudah eksis, hanya saja ada sebuah inovasi dalam menjalankan bisnis haram ini, yakni dengan memanfaatkan media sosial.
"Banyak kasus sudah terungkap, bahkan terindikasi dan teroganisir. Bahkan ada yang menjadikan siswi usia SMP sebagai pekerja seks," kata Ida saat dihubungi Poskota.co.id, Jum'at (1/4/2022).
Dia mengungkapkan, para remaja yang terlibat ke dalam pusaran bisnis prostitusi, tentunya memilih masuk ke dalam jurang tersebut dengan dilatari beragam faktor.
"Jadi dalam hal ini, termasuk korban perdagangan orang (tertipu/terjebak), termasuk mereka yang dieksploitasi oleh keluarga dan pacarnya. Bahkan, ada diantara mereka yang justru memilih masuk ke dalam dunia hitam ini karena tuntutan ekonomi keluarga," tambahnya.
"Bagaimana pun, dalam usia anak, harusnya mereka mendapat perlindungan. Dan perlu ada upaya-upaya untuk mengeluarkan mereka dari jerat praktik eksploitasi seksual. Dan perlu diingat juga, dalam konteks mereka jadi korban perdagangan orang, tentu mereka tidak mudah keluar," papar Ida.
Para gadis tersebut, terang Ida, bukan tidak mungkin mengetahui risiko dalam pekerjaan yang digelutinya ini.
Sebab, dalam kasus yang berlatar pada tuntutan ekonomi dan juga gaya hidup, risiko atau dampak yang ditimbulkan tidaklah menjadi suatu pertimbangan.
"Selain konteks masyarakat kita, faktor risiko tidak menjadi utama termasuk para pelanggannya. Praktik prostitusi anak tidam menjadi tanggung jawab keluarga saja. Tetapi, negara juga harus hadir dalam mencegah dan melindungi anak-anak," ujarnya.
"Pada praktik kawin kontrak di kawasan Puncak yang melibatkan anak, juga mengindikasikan praktik prostitusi terselubung. Dan dalam hal ini, keluarga bahkan tokok masyarakat cenderung menutup mata atas praktik yang terjadi," sambung dia.
"Kemiskinan, tuntutan kebutuhan hidup, mungkin juga gaya hidup atau pengaruh lingkungan menjadi latar dan alasan mengapa keluarga seakaan melegitimasi hal tersebut, bahkan juga negara," jelasnya.
Ida menambahkan, fenomena praktik prostitusi anak ini, kurang relevan rasanya apabila ditautkan dengan akan masuknya bulan suci Ramadhan.
Pasalnya, Ramadhan atau tidak praktik ini tetap berjalan.
"Karena menjadi kegiatan layanan jasa seksual yang menjadi sumber nafkah bagi mereka yang terlibat, termasuk para pekerja seks tadi," imbuh dia.
"Jadi, tidak ada hubungannya praktik prostitusi dengan bulan Ramadhan. Karena pelanggannya justru tidak mengenal dosa," tukas Ida.
Untuk diketahui, empat orang muncikari di Bogor, Jawa Barat yang menjajakan PSK berusia muda melalui aplikasi Mi-Chat dengan tarif Rp600 ribu sekali kencan.
Dibekuk oleh jajaran Reskrim Polresta Bogor Kota.
Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro mengatakan, empat pelaku yang telah diamankan pihaknya itu antara lain Oli Yakub, Ahmad Muslim alias Adom, Ichwan Colruzzan alias Ikhwan dan Luppi Esa Putra alias Luthfi.