Duh! 8 Tersangka Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Belum Ditahan, LPSK: Ancaman untuk Saksi dan Korban

Rabu 23 Mar 2022, 07:16 WIB
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (foto: ist)

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (foto: ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mempertanyakan alasan belum ditahannya delapan tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan, para tersangka mestinya ditahan karena perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan tewasnya tahanan kerangkeng bukanlah perkara ringan.

Dia pun mempertanyakan alasan Polda Sumatera Utara tak menahan para tersangka usai proses penyidikan yang berlangsung sejak kasus terungkap pada Januari 2022 lalu. 

"Ya kenapa tidak ditahan? Ini bukan kejahatan penipuan, ini bukan kejahatan penggelapan, bukan juga kecelakaan lalu lintas. Ini kejahatan terhadap tubuh," ungkap Edwin kepada wartawan, belum lama ini. 

Berdasarkan hasil investigasi LPSK, kasus ini kejahatan keji lantaran terjadi serangkaian kejahatan seperti TPPO, penganiayaan menyebabkan kematian, kekerasan terhadap anak, penistaan agama.

Terlebih lagi kasus melibatkan Terbit yang merupakan kepala daerah, diduga belasan warga sipil, dan oknum anggota TNI-Polri sehingga dilakukan secara terorganisir oleh orang-orang 'berpengaruh'. 

"Tidak ditahannya para pelaku pasti merupakan ancaman kepada para saksi, korban. Termasuk juga bukan hanya harus ditahan tapi juga dicekal (pergi ke luar negeri)," tuturnya.

Edwin memberi contoh, sejumlah korban yang sampai pergi ke luar kota karena pesimis dengan proses hukum berjalan dapat menjerat aktor utama di balik kerangkeng manusia. 

Menurut dia, dalam kasus TPPO penyidik wajib beratnya kepada para korban guna memastikan mereka mendapat restitusi (ganti rugi) yang dibebankan kepada pelaku melalui proses peradilan. 

Lihat juga video “Viral! Pebalap Fabio Quartararo Turut Ikuti Aksi Pawang Hujan MotoGP Mandalika”. (youtube/poskota tv)

Setidaknya kepada 65 orang yang masih berada dalam kerangkeng saat kasus terungkap pada Januari 2022 lalu dan dapat bebas setelah membobol gembok sel.

"Supaya pemenuhan hak korban atas restitusi itu bisa terjadi, harus dilakukan sita aset. Mereka bekerja untuk perusahaan TRP, tempat mengeksploitasi itulah disita aset," terangnya. (ardhi)
 

Berita Terkait

News Update