Intelijen Sebut Rusia Ingin Membelah Ukraina Jadi Dua, Seperti Korea Utara dan Selatan

Senin 28 Mar 2022, 13:23 WIB
Dampak perang Rusia dan Ukraina (Foto: @DefenceU)

Dampak perang Rusia dan Ukraina (Foto: @DefenceU)

UKRAINA, POSKOTA.CO.ID – Kepala intelijen militer Ukraina menyebutkan bahwa Rusia sedang mempertimbangkan “skenario Korea” untuk diterapkan di negaranya.

Kepala intelijen menyebut Rusia ingin membelah Ukraina jadi dua, seperti Korea Utara dan Korea Selatan. Pernyataan ini timbul dalam laporan setelah Rusia belum berhasil merebut ibu kota Kiev dan menggulingkan rezim Ukraina.

“Presiden Rusia Vladimir Putin akan mencoba untuk memaksakan garis pemisah antara wilayah yang tidak diduduki dan yang diduduki di negara kita,” kata kepala Direktorat Intelijen Kementerian Pertahanan Jenderal Kyrylo Budanov, pada hari Minggu dikutip dari Al-Jazeera.

 

“Ini adalah upaya untuk menciptakan Korea Utara dan Selatan di Ukraina. Lagi pula, dia jelas tidak dalam posisi untuk menelan seluruh negeri, ”kata Budanov berdasarkan laporan Telegram kementerian.

Kedua negara Korea secara teknis masih berperang setelah konflik 1950-53 berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai. Keduanya menyegel pembagian semenanjung mereka dengan perbatasan yang tidak bisa ditembus.

Perbatasan mereka adalah area seluas 4 km dengan panjang 248km yang dikenal sebagai Zona Demiliterisasi (DMZ).

Setelah lebih dari empat minggu konflik, Rusia telah gagal untuk merebut kota besar Ukraina. Rusia memberi isyarat pada hari Jumat (25/3/2022) bahwa pihaknya mengurangi ambisinya untuk fokus mengamankan wilayah Donbas di Ukraina timur.

Wilayah itu adalah di mana separatis yang didukung Rusia telah memerangi tantara Ukraina untuk wilayah tersebut selama delapan tahun terakhir.

 

"Para penjajah akan mencoba untuk menyatukan wilayah yang diduduki menjadi satu entitas kuasi-negara, yang akan menentang Ukraina merdeka," kata Budanov.

"Kami sudah melihat upaya untuk menciptakan otoritas 'paralel' di wilayah pendudukan dan memaksa orang untuk menyerahkan mata uang Ukraina," tambahnya.

Seorang pemimpin lokal di Republik Rakyat Luhansk yang memproklamirkan diri mengatakan wilayah itu dapat segera mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia. Ini persis seperti yang terjadi di Krimea setelah Rusia merebut semenanjung Ukraina pada 2014.

Adapun rakyat Krimea sangat memilih untuk memutuskan hubungan dengan Ukraina dan bergabung dengan Rusia, ini merupakan sebuah suara yang sebagian besar dunia menolak untuk mengakuinya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina juga menolak pembicaraan tentang referendum di Ukraina timur.

 "Semua referendum palsu di wilayah yang diduduki sementara adalah batal demi hukum dan tidak akan memiliki validitas hukum," kata Oleg Nikolenko kepada kantor berita Reuters.

 

Selain itu, Budanov juga mengatakan Rusia mencoba memasang koridor darat ke Krimea. Akan tetapi, rencana itu sejauh ini terhalang oleh kegagalan Rusia untuk merebut kota pelabuhan Mariupol.

Kota di Laut Azov itu telah dikepung oleh pasukan Rusia selama lebih dari tiga minggu dan menghadapi pemboman tanpa henti, tetapi pihak berwenang Mariupol pekan lalu menolak ultimatum dari pasukan Rusia agar para pembela kota meletakkan senjata mereka.

Sementara intelijen Ukraina melaporkan bahwa Rusia ingin membelah Ukraina jadi dua seperti Korea Selatan dan Utara. Kemungkinan “skenario Korea” menjadi salah satu solusi untuk Rusia membagi negara yang sebagian pro dan kontra pada mereka. (Firas)

Berita Terkait

News Update