Namun sampai 31 Desember tahun kemarin (2021), kami melihat realisasi belanja K/L dan Pemda untuk UMKM baru sebesar Rp 39,58 triliun atau setara 31,61%. Pada tahun 2022, potensi belanja barang dan modal pemerintah pusat sebesar Rp 526,8 triliun dan Pemda sebesar Rp 535,4 triliun.
Sehingga terdapat potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja barang/jasa dan belanja modal sebesar Rp 1.062,2 triliun. Untuk itu, K/L dan Pemda dalam belanja barang dan belanja modal secara swakelola agar lebih memprioritaskan capaian pembelian produk dalam negeri sebagaimana yang duatur peraturan perundangan.
Demikian pula dalam sistem kontraktual, kontrak dengan penyedia barang/kontraktor/vendor yang mempersyaratkan mengutamakan produk dalam negeri. Pada 2022, Anggaran belanja barang/jasa 10 K/L terbesar mencapai Rp 407,6 triliun atau 77,4% dari seluruh anggaran pengadaan.
Sedangkan, anggaran belanja pada 72 K/L lainnya hanya sebesar 22,6% atau Rp 119,2 triliun. Selanjutnya alokasi 10 K/L dengan anggaran tertinggi (PUPR, Pertahanan, Polri, Kesehatan, Dikbud Ristek, Perhubungan, Agama, Kominfo, Pertanian, dan Keuangan) yaitu sebesar Rp 407,5 Triliun dengan total alokasi PDN baru sebesar 187,9 Triliun (46.1%).
Potensi besaran nilai belanja daerah dan nilai belanja impor menggunakan E-Purchasing dapat diperkirakan sebesar 200 triliun pada tahun 2022. Lima daerah teratas yaitu Jatim, Jabar, Jateng, DI Jakarta dan Sulawesi Selatan. Wilayah Jawa-Bali berpotensi melakukan pembelian PDN sebesar Rp 86,3 triliun (43%) dan Sumatera sebesar 47 (24%), sisanya tersebar di wilayah lainnya.
Terkait hal tersebut, kami memandang perlu adanya kolaborasi antara K/L dan Pemda dalam mewujudkan ekosistem pasar untuk UMKM, antara lain melalui katalog. Dalam katalog nasional yang dikelola LKPP Per Maret 2022 disebutkan produk yang tayang sebanyak 198.045 produk, dengan jumlah PDN tanpa nilai tingkat komponen dalam negeri sebanyak 68.545 produk
Sementara PDN yang telah dilakukan penilaian tingkat komponen dalam negeri sebanyak 5.141 produk. Adapun untuk katalog sektoral yang dikelola K/L sebanyak 24 K/L telah menjadi pengelola katalog sektoral, dengan 12 K/L tersebut telah menayangkan produk di katalog. Sedangkan untuk katalog lokal yang dikelola pemerintah daerah, telah ada 63 Pemda dengan 24 Pemda dimaksud telah menayangkan produk di katalog lokal pemerintah daerah.
Untuk itu dalam rangka mendorong mensukseskan Gernas BBI, Pemerintah harus lebih meningkatkan kebijakan mendorong belanja Pemerintah Pusat dan Pemda terhadap penggunaan PDN sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing K/L dan Pemda. Serta Lembaga yang terkait harus lebih meningkatkan lagi PDN di dalam Katalog.
Kami memandang Gernas BBI ini haruslah didudukkan dalam 5 kerangka manfaat yang hendak dicapai yaitu: 1. Untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, 2. Pemerataan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak bagi masyarakat, 3. Mendorong inovasi dan kesempatan berusaha, 4. Azas transparansi dan akuntabilitas untuk pencegahan korupsi, dan 5. Pengadaan Barang dan Jasa yang mudah dan mencegah peluang transaksional.
Maka untuk mencapai 5 manfaat tersebut, kita semua harus mengingat bahwa Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) sebagai sektor yang akan dioptimalkan dalam Gernas ini adalah sektor yang paling rentan serta tingkat korupsinya paling tinggi dalam sejarah penanganan kasus KPK.
Sejak 2004-2021 kasus yang ditangani oleh KPK adalah sebagai berikut: PBJ 204 kasus, Penyuapan utamanya dalam PBJ 791 kasus, Penyalahgunaan anggaran 50 kasus, TPPU 49 kasus 44 kasus, Pungutan 26 kasus, Perizinan 25 kasus, dan merintangi kerja KPK 11 kasus.
Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa ancaman utama atas sukses Gernas BBI adalah tindakan koruptif. Namun kami meyakini bahwa korupsi bukanlah terkait dengan moralitas individu manusia akan tetapi lebih karena kelalaian bersama dalam mematuhi rule of game yang celah itu memberi peluang bagi potensi tindakan abuse individu.