EROPA, POSKOTA.CO.ID - Strategi pertahanan dan keamanan baru disahkan para Menteri Luar Negeri Uni Eropa pada Senin (21/3/2022).
Dewan Uni Eropa dalam pernyataannya terkait dokumen yang disebut “Kompas Strategis” menguraikan rencana aksi untuk memperkuat kebijakan keamanan dan pertahanan Uni Eropa hingga 2030.
“Kompas Strategis” meningkatkan kemandirian strategis Uni Eropa dan kemampuannya untuk bekerja dengan berbagai mitra untuk mempertahankan nilai dan kepentingannya.
Program ini bertujuan menjadikan Uni Eropa sebagai penyedia keamanan yang lebih kuat dan lebih mampu melengkapi komitmen NATO.
Uni Eropa sedang membentuk 5.000 pasukan reaksi cepat untuk menangani krisis internasional dan menempatkan 200 spesialis keamanan dan pertahanan yang benar-benar diperlengkapi dengan baik dalam keadaan siaga dalam waktu 30 hari.
Tentara Uni Eropa juga melakukan latihan darat dan udara secara teratur dan mengembangkan kemampuan melawan serangan siber, ancaman multilateral, dan informasi yang salah.
Uni Eropa juga akan mengembangkan strategi keamanan ruang angkasa.
Dokumen “Kompas Strategis” juga menjelaskan kemitraan dengan negara-negara sekutu dan mitra strategis. Seperti Amerika Serikat, Kanada, Norwegia, Inggris dan Jepang, serta organisasi seperti NATO, PBB, Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama di Eropa, dan ASEAN.
Tampaknya pasca perkembangan keamanan pada 2021 ada perkembangan baru di kancah Eropa yang memaksa negara-negara Eropa sesegera mungkin mewujudkan kemampuan pertahanan dan militer Eropa yang mandiri.
Terutama usai penarikan tergesa-gesa Amerika Serikat dari Afghanistan tanpa berkonsultasi dengan mitra Eropa, serta friksi yang ada selama kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump antara dua sisi Atlantik terkait biaya militer dan tingkat partisipasi dalam NATO.
Rencana secara khusus untuk meninjau kembali strategi keamanan Uni Eropa telah ditetapkan tahun lalu usai penarikan pasukan AS dan NATO dari Afghanistan menyusul jatuhnya Kabul.
Serangan Rusia ke Ukraina yang dianggap belum pernah terjadi sebelumnya di benua Eropa setelah Perang Dunia II telah menyebabkan perubahan serius dan mendalam dalam pendekatan militer, keamanan, dan bahkan persenjataan negara-negara Eropa.
Contoh nyata dari hal ini adalah peningkatan anggaran militer Jerman dan Polandia yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemesanan senjata baru ke Amerika Serikat. Jerman sebelumnya terlepas dari desakan Washington selama era Donald Trump, enggan memenuhi tuntutan AS, kini turun tangan mengalokasikan 100 miliar euro untuk anggaran militer dan memesan jet tempur F-35 generasi kelima dari Amerika Serikat.
Uni Eropa kini serius memperhatikan tingkat ancaman keamanan. Bahkan ada kekhawatiran perang Ukraina bisa merembet ke negara-negara tetangga, terutama Polandia.
Hal ini telah menyebabkan dokumen yang diratifikasi para Menteri Luar Negeri Uni Eropa berkomitmen secara signifikan meningkatkan pengeluaran pertahanan mereka dan mendukung industri pertahanan Eropa.
“Langkah ini memberi Uni Eropa alat yang dibutuhkan untuk menjadi pemain di bidang pertahanan dan keamanan geopolitik yang nyata bersama NATO,” tulis Menteri Luar Negeri Latvia Edgars Rinkevics dalam sebuah pesan.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menyambut penerapan strategi keamanan dan pertahanan yang telah dikerjakan selama lebih dari dua tahun.
"Situasi permusuhan saat ini membutuhkan lompatan kuantum ke depan," kata Josep Borrell.
Amerika Serikat pada saat yang sama menyelaraskan semakin banyak negara Eropa dengan kebijakan dan posisinya melawan Rusia. ***