ADVERTISEMENT

Terlalu! Keppres Tak Sebut Nama Soeharto, DPR: Hargai Semua yang Berperan Dalam Peristiwa Serangan Umum 1 Maret

Senin, 7 Maret 2022 14:55 WIB

Share
Sukamta. (rizal)
Sukamta. (rizal)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA,POSKOTA.CO.ID –  Polemik tidak dicantumkannya peran Presiden ke-2 Soeharto saat Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara terus bergulir.

Menanggapi hal ini Anggota DPR  asal Yogyakarta, Sukamta juga merasa Kepres ini keterlaluan karena tidak menyebut nama Soeharto dalam peristiwa bersejarah tersebut. 

"Kalau semangat pemerintah merajut rasa kebangsaan dalam memberikan penghargaan kepada para pejuang kemerdekaan RI, akan lebih baik disebutkan semua nama-nama tokoh penting yang terlibat dalam peristiwa bersejarah tersebut, " kata Sukamta, Senin (7/3/2022).

Sukamta mengatakan, ada beberapa versi sejarah Serangan Umum 1 Maret, semuanya pasti menyebut nama-nama tokoh yang punya peran penting dalam peristiwa tersebut.

"Akan lebih baik semua disebutkan dalam Kepres. Ini bentuk penghargaan yang nyata dari pemerintah. Keluarga mendiang tokoh-tokoh pejuang tentu akan merasa bahagia," katanya.

Menurut Sukamta, pemerintah perlu mencontoh Sri Sultan HB X yang dalam video yang beredar di media sosial baru-baru ini saat menyampaikan peristiwa Serangan Umum 1 Maret, selain menyebut Sri Sultan HB IX sebagai penggagas serangan tersebut dan Panglima Jenderal Sudirman, juga menyebut peran Soeharto sebagai komandan Wehrkreise III.

"Selama ini nama Sri Sultan HB IX sebagai penggagas serangan umum jarang disebut, sebagian pihak menganggap ini karena ada sejarah versi Pak Harto. Namun Sri Sultan HB X tetap menyebut nama beliau bukan menghilangkannya, ini menunjukkan sikap kebangsaan yang adiluhung," ucapnya.

Wakil Ketua Fraksi PKS ini berharap pemerintah menghentikan kebiasaan mengeluarkan keputusan atau edaran yang mengundang kontroversi. 

"Sudah berulang-ulang pemerintah buat keputusan atau edaran yang hanya mengundang polemik dan kegaduhan. Belum lama ini muncul permenaker Jaminan Hari Tua (JHT), kemudian surat edaran soal pengeras suara masjid dan musala, dan sekarang Kepres soal Serangan Umum 1 Maret. Ini ujung-ujungnya pro kontra, ada pembelahan di tengah masyarakat, muncul saling olok-olok di media sosial. Ini jelas konra produktif dan menghabiskan energi bangsa di tengah upaya bangkit dari pandemi," tutupnya. (rizal)

 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT