JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Rencana pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berujung rusuh dan penuh ketegangan antara warga Desa Wadas dengan aparat TNI dan Polri.
Tercatat sebanyak 64 warga Desa Wadas ditahan oleh aparat kepolisian yang secara tegas menolak rencana pembangunan tersebut.
Pasalnya, untuk melangsungkan proyek pembangunan Bendungan Bener, dibutuhkan pasokan batu andesit yang tak sedikit. Bahkan, dapat dikatakan sebagai eksploitasi lahan dengan total penambangan batu andesit mencapai 145 hektare.
Sebelum kerusuhan beberapa hari lalu terjadi, rupanya warga Desa Wadas pernah mempersoalkan proyek ini ke ranah hukum.
Lihat juga video “Hujan Deras dan Angin Kencang Robohkan Sebuah Kontrakan”. (youtube/poskota tv)
Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggugat Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, ke PTUN Semarang pada 15 Juli 2021.
Gugatan yang dilayangkan oleh warga Desa Wadas itu berkaitan dengan Surat Keputusan Gubernur Jateng No. 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021 yang dianggap merugikan warga setempat.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja, Yogi Zul Fadhli, mengatakan bahwa izin tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Terlebih izin Penetapan Lokasi (IPL) mengandung cacat prosedur dan cacat substansi sehingga harus dibatalkan.
Yoga selaku perwakilan warga Desa Wadas menguraikan beberapa poin gugatan yang diajukan kepada Gubernur Jateng.
Pertama, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng dianggap tidak memahami akibat hukum dari berakhirnya izin penetapan lokasi.
“Izin perpanjangan penetapan lokasi serta proses ulang sebelum diterbitkannya izin penetapan lokasi yang baru. Izin penetapan lokasi Bendungan Bener telah berlaku selama 2 tahun dan perpanjangan selama 1 tahun,” kata Yogi dalam keterangan tertulisnya.
Kedua, pertambangan batuan andesit tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum.
Ketiga, izin penetapan lokasi mengandung cacat substansi karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah daerah Purworejo.
Keempat, pertambangan andesit yang Lebih dari 500.000 meter kubik harus memiliki analisis dampak lingkungan (amdal) tersendiri.
"Berdasarkan Amdal untuk rencana kegiatan pembangunan Bendungan Bener disebutkan sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3/bulan,” kata Yogi.
Apa yang digugat oleh warga Desa Wadas sebagaimana disampaikan oleh Yogi tentu saja sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal.
Gugatan lainnya juga menyebutkan kalau Ganjar tidak memperhatikan Hak Asasi Manusia karena dianggap tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki warga Wadas sehingga bertentangan dengan beberapa Undang-Undang (UU), termasuk UU Dasar RI 1945.
Alasan lain yang tergolong krusial adalah rencana pembangunan proyek tersebut tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air.
Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas.
"Bagi warga Wadas, makna tanah bukan sekadar rupiah, melainkan menjaga agama dan keutuhan desa,” kata Yogi.
Sebelumnya warga Desa Wadas telah menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan tersebut. Namun, Ganjar malah mengabaikan dan menutup ruang diskusi atas aspirasi warga.
“Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh Warga Wadas dalam memperjuangkan hak mereka. Selain di ranah pengadilan, Warga Wadas juga melakukan perjuangan di luar pengadilan,” kata Julian yang juga Kepala Divisi Advokasi LBH Jogja.
Warga Wadas meminta PTUN Semarang untuk mengabulkan tuntutan mereka seperti mencabut IPL Pembaruan yang mencantumkan Desa Wadas.
Kemudian menghentikan segala bentuk eksploitasi alam dengan dalih kepentingan umum dan menuntut polisi tidak melakukan tindakan represif dan kriminalisasi terhadap warga Wadas.(*)