Kedua, pertambangan batuan andesit tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum.
Ketiga, izin penetapan lokasi mengandung cacat substansi karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah daerah Purworejo.
Keempat, pertambangan andesit yang Lebih dari 500.000 meter kubik harus memiliki analisis dampak lingkungan (amdal) tersendiri.
"Berdasarkan Amdal untuk rencana kegiatan pembangunan Bendungan Bener disebutkan sekitar 12.000.000 m3 batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 m3/bulan,” kata Yogi.
Apa yang digugat oleh warga Desa Wadas sebagaimana disampaikan oleh Yogi tentu saja sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal.
Gugatan lainnya juga menyebutkan kalau Ganjar tidak memperhatikan Hak Asasi Manusia karena dianggap tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki warga Wadas sehingga bertentangan dengan beberapa Undang-Undang (UU), termasuk UU Dasar RI 1945.
Alasan lain yang tergolong krusial adalah rencana pembangunan proyek tersebut tidak memperhatikan perlindungan terhadap sumber mata air.
Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas.
"Bagi warga Wadas, makna tanah bukan sekadar rupiah, melainkan menjaga agama dan keutuhan desa,” kata Yogi.
Sebelumnya warga Desa Wadas telah menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan tersebut. Namun, Ganjar malah mengabaikan dan menutup ruang diskusi atas aspirasi warga.
“Pengajuan gugatan ini menjadi salah satu upaya yang ditempuh Warga Wadas dalam memperjuangkan hak mereka. Selain di ranah pengadilan, Warga Wadas juga melakukan perjuangan di luar pengadilan,” kata Julian yang juga Kepala Divisi Advokasi LBH Jogja.
Warga Wadas meminta PTUN Semarang untuk mengabulkan tuntutan mereka seperti mencabut IPL Pembaruan yang mencantumkan Desa Wadas.