INGGRIS, POSKOTA.CO.ID - Badan intelijen Inggris, MI5, sedang menghadapi tekanan politik.
Hal ini karena MI5 tidak memberi tahu parlemen Inggris lebih dini tentang kegiatan dari mata-mata Tiongkok yang dicurigai.
Kini mereka menyebutkan mata-mata itu secara terbuka terlibat dalam campur tangan politik di Inggris.
Badan keamanan Inggris telah memperingatkan dalam bulan-bulan terakhir ini tentang Tiongkok yang meningkatkan kegiatan mata-matanya di negara itu.
Tetapi tersangka mata-mata itu, Christine Lee, seorang ibu berusia 59 tahun dan memiliki dua anak.
Dia menjabat sebagai penasihat hukum untuk Kedutaan Besar Tiongkok dan diizinkan bekerja bebas.
Dia malah menerima penghargaan pada 2019 dari Kantor Perdana Menteri Inggris di Downing Street.
Christine Lee disebut memfasilitasi dan menyalurkan sumbangan finansial dari Tiongkok kepada partai politik dan anggota parlemen.
Dia selama tiga dekade membentuk koneksi dengan politisi dan tokoh-tokoh tingkat tinggi menurut peringatan yang jarang diterbitkan dari MI5 kepada parlemen Inggris pada Kamis (13/1/2022).
Peringatan MI5 itu menyebutkan Christine Lee adalah seorang agen dari Departemen United Front Work. Ini adalah sebuah departemen yang melapor langsung kepada Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok.
Christine Lee menggunakan sumbangan uang itu untuk mendapat akses ke politisi Inggris dan mengerahkan pengaruh politik.
Salah satu politisi yang memperoleh sumbangan terbesar adalah anggota parlemen senior dari partai Buruh Barry Gardiner.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin membantah tuduhan badan intelijen Inggris itu pada Jumat.
“Tiongkok selalu mematuhi prinsip tidak campur tangan pada urusan dalam negeri negara lain,” katanya di Beijing.
“Kami tidak membutuhkan dan tidak akan terlibat dalam apa yang disebut kegiatan campur tangan. Ada orang-orang tertentu yang terlalu banyak menonton film-film 007. Akibatnya membuat banyak asosiasi yang tidak perlu.”
Kedutaan Besar Tiongkok di Inggris mengatakan bahwa tuduhan terhadap Christine Lee merupakan bagian dari sebuah kampanye untuk mencoreng dan mengintimidasi masyarakat Tionghoa di Inggris.” ***